Sebanyak 505 peserta antusias mengikuti webinar literasi digital bertajuk “Strategi Menangkal Konten Hoaks” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (26/7/2021).
Dalam webinar tersebut hadir sebagai narasumber Yunadi Ramlan (pengamat sejarah dan budaya), M. Ilham Fatah (Konsultan IT), M. Nur Kholis (Kasi Kelembagaan Kemenag Jateng), dan Siti Mutmainah (Kasi Kependidikan Kemenag Jateng).
“Saat ini kian mudah saja informasi hoaks tersebar dan membuat resah, kita sampai kadang heran kenapa info-info palsu itu semakin cepat menyebar bahkan tetap saja ada yang percaya,” kata Siti Mutmainah dalam paparannya.
Siti menguraikan, di era media sosial ini, orang-orang semakin gampang mendapatkan informasi dari banyak platform media sosial dan grup percakapan yang ia ikuti lalu dengan gampang pula untuk menyebarkannya dengan fitur share yang ada di tiap platform mulai Facebook, Twitter, Whatssap, Line, Youtube.
“Semua media tersebut punya fasilitas untuk membagikan atau meneruskan dengan modal jempol sudah bisa sampai ke ribuan orang. Maka penting sekali bagi kita untuk kembali lagi bersikap tabayyun,” ujar Siti.
Siti lalu menyatakan, pentingnya tabayyun telah diserukan berbagai kalangan. Tak hanya pemerintah tapi juga berbagai lembaga keagamaan. Salah satunya, yang bisa jadi pegangan, adalah fatwa MUI.
“Tabayyun menerima informasi penting untuk menghindari orang bersikap asal dengan jempolnya, membagikan informasi palsu yang bisa merugikan masyarakat,” kata Siti.
Merujuk Fatwa MUI No. 24 Tahun 2017 itu, Siti mengungkap ada tiga tahap proses tabayyun terhadap konten/informasi yang bisa dilakukan masyarakat. Pertama, dipastikan aspek sumber informasi (sanad-nya), yang meliputi kepribadian, reputasi, kelayakan dan keterpercayaannya. Kedua, dipastikan aspek kebenaran konten (matan-nya), yang meliputi isi dan maksudnya. Dan ketiga dipastikan konteks dan waktu serta latar belakang informasi tersebut.
“Meskipun terkadang orang lebih ingin mempercayai info hoaks itu daripada mencari fakta-fakta kebenarannya. Namun ingat, bisa saja info tidak benar itu dibuat hanya karena ingin menghancurkan wibawa seseorang atau ingin berupaya seseorang gagal,” tegas Siti.
Siti melanjutkan, ada langkah juga yang bisa dipedomani untuk memastikan kebenaran informasi yang diterima itu. “Misalnya bertanya kepada sumber informasi jika diketahui dan permintaan klarifikasi kepada pihak-pihak yang memiliki otoritas dan kompetensi,” ujarnya.
Siti mengatakan, setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial harus dilakukan tanpa melanggar ketentuan agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Gunakan media sosial sebagai sarana untuk menjalin silaturrahmi, menyebarkan informasi, dakwah, pendidikan, rekreasi, dan untuk kegiatan positif di bidang agama, politik, ekonomi, dan sosial serta budaya,” jelasnya.
Sementara itu, narasumber lain M. Nur Kholis mengungkap setidaknya ada empat motivasi para penyebar konten negatif. “Pembuatan konten negatif biasanya dilandaskan karena kepentingan ekonomi, faktor politik, mencari kambing hitam, dan memecah belah masyarakat,” kata Nur Kholis.
Nur Kholis mengatakan untuk antisipasi konten negatif bisa dilakukan dengan cara, antara lain, membedakan motivasi dalam mencari informasi.
“Cobalah kendalikan keinginan dalam mengakses informasi, jaring informasi yang bermanfaat saja dan hindari mengakses informasi yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain seperti radikalisme, kriminalitas, atau yang merusak moral,” pungkasnya.