“When disaster strikes, move your school online” — Laprairie, K. N., & Hinson, J. M. (2006), atau “Saat bencana terjadi, pindahkan sekolah Anda secara online.”
Pengajar Departemen Sosiologi, Fisipol, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (UGM) Maghfiroh Rahayu membuka paparannya dalam webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk Masyarakat Kabupaten Gunung Kidul, DIY, itu dengan mengutip apa yang disampaikan oleh Kimberly Laprairie dan Janice M. Hinson dari jurnal sistem teknologi pendidikan ”ResearchG”.
Maghfiroh Rahayu menyatakan, metode pembelajaran jarak jauh sangat penting dalam siatuasi di mana pengajaran tatap muka tidak dapat dilanjutkan seperti sekarang ini. Di tengah pagebluk alias pandemi Covid-19, tenaga pendidik mau tak mau harus menyusun rencana pembelajaran jarak jauh lantaran sulit menentukan kapan pengajaran tatap muka reguler dapat dilakukan.
Agar siswa tidak tertinggal secara akademis, menurut perempuan yang akrab disapa Ayuk itu, institusi pendidikan harus mengembangkan strategi untuk menanggapi peristiwa krisis yang membuat pengajaran tatap muka menjadi tidak mungkin.
”Ketika pandemi menghantam bukan berarti pendidikan berhenti, namun harus bisa terus berlangsung meskipun dengan cara online,” tutur Ayuk pada webinar bertema ”Menyusun Media Pembelajaran Berbasis Tenaga Pendidik untuk Kegiatan Belajar Mengajar” itu.
Pendidikan online, kata Ayuk, merupakan bentuk pendidikan yang dilakukan melalui jaringan komputer seperti internet dan melibatkan perangkat materi belajar berbasis multimedia yang diakses oleh siswa dari jarak jauh.
”Pendidikan online bisa dilaksanakan secara individu maupun beberapa individu yang tergabung dalam suatu kelas, sehingga terbentuk komunitas, yaitu komunitas virtual,” jelas Ayuk di depan ratusan guru yang menjadi partisipan webinar.
Adapun media pembelajaran online, lanjut Ayuk, merupakan media yang dilengkapi dengan alat pengontrol yang dapat dioperasikan oleh pengguna (user), sehingga pengguna dapat mengendalikan dan mengakses apa yang menjadi kebutuhan pengguna, seperti mengunduh ataupun mengupload materi.
Ayuk menambahkan, pembelajaran online bersifat mandiri dan memiliki interaktivitas tinggi, sehingga dapat meningkatkan ingatan, memberikan pengalaman belajar melalui teks, video dan animasi yang dibuat. Dengan begitu, informasi yang akan disampaikan dapat lebih mudah dipahami dan dipelajari oleh siswa.
”Jadi, pembelajaran online itu mencakup hal tentang media online, pengguna media online, dan perangkat atau sarananya. Beberapa platform belajar online yang sering digunakan: Google classroom, Zoom, Webex, dan WhatsApp,” pungkas Ayuk.
Terkait pembelajaran online, Suharti dari P3M Universitas NU Yogyakarta mengutip pendapat Dabbagh dan Ritland yang mengatakan ada tiga komponen pada pembelajaran online yaitu: model pembelajaran, strategi instruksional pembelajaran, media pembelajaran online.
Dalam pembelajaran online, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi lebih mendominasi praktik pembelajaran. Dengan pembelajaran online memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya, dan memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa.
Selain itu, kata Suharti, manfaat penggunaan teknologi juga membangkitkan motivasi belajar siswa, menyajikan informasi belajar secara konsisten, akurat, berkualitas dan dapat diulang penggunaannya atau disimpan sesuai dengan kebutuhan.
”Manfaat penggunaan teknologi mampu menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak untuk lingkup sasaran sedikit/kecil ataupun banyak/luas dan mengatasi batasan waktu maupun ruang,” jelas Suharti.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Ayu Perwari itu juga menampilkan narasumber Muhammat Taufik Saputra (Kaizen Room), Rosid Efendi (Guru SMK Darul Quran), dan konten kreator Abdu Rauf selaku key opinion leader.