Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali menyelenggarakan webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, dengan mengangkat tema diskusi “Sopan dan Beradab Berdigital di Masa Covid-19”, Selasa (3/8/2021).
Tema diskusi tersebut sangat penting untuk menunjang wawasan literasi digital yang mencakup empat pilar; digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. Bersikap sopan di dunia digital sebenarnya merupakan dasar dalam berinteraksi, apalagi pada survei tahun 2020 Microsoft menyebutkan bahwa warganet Indonesia termasuk warga digital yang tidak ramah.
Secara lebih spesifik, dosen Universitas Hasanuddin Makassar Hasniati sebagai salah satu pemateri, menyoroti masalah keamanan dalam berekspresi di media sosial. Dunia digital memang memberikan kebebasan yang luas untuk menyampaikan pendapat dan ekspresi, namun menurutnya kebebasan itu tidak boleh sampai melanggar hak orang lain. Selain itu bermedia sosial juga ada aturan hukumnya yang termuat dalam UU ITE, yakni pada UU Nomor 11 tahun 2008 yang diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2016.
Payung hukum tersebut mengatur berbagai perlindungan hukum yang berkaitan dengan kegiatan yang memanfaatkan penggunaan internet sebagai medianya, baik pemanfaatan informasi maupun transaksi. Kalau dirunut, berbagai kejahatan di dunia maya sudah banyak ditemukan dan masih akan terjadi jika warga digital tidak punya literasi digital.
“Salah satu literasi digital yang harus dipahami adalah terkait keamanannya. Keamanan digital ini adalah kemampuan individu dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis, dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus aware dan memiliki kepekaan agar tidak berurusan dengan hukum, karena penyalahgunaan teknologi dan internet,” jelas Hasniati.
Keamanan digital penting, karena dalam perangkat digital yang dimiliki menyimpan berbagai file yang mengandung data pribadi. Karena itu memberikan proteksi perangkat dengan kata sandi atau autentikasi sidik jari penting untuk memagari perangkat kita diakses orang lain. Sebagaimana perangkat lunak yang ada di dalam gawai, menjaga keamanannya dengan kata sandi yang kuat, memasang antivirus, menghapus riwayat cookies, menggunakan enkripsi dan aplikasi legal merupakan upaya dalam melindungi keamanan digital.
“Aktivitas yang kita lakukan di ruang digital meninggalkan jejak yang berpotensi untuk dicari, dilihat, disalin, dicuri, dipublikasikan atau diikuti orang lain. Sehingga, keamanan digital penting sekali dipahami, sebab segala bentuk unggahan di internet baik berupa gambar, video, komentar merupakan citra diri. Maka berpikirlah berulang kali untuk posting, jangan karena ingin eksis tidak memperhatikan keamanan yang mungkin bisa disalahgunakan,” tutupnya.
Di sisi lain, kecakapan digital dibahas oleh Femikhirana Widjaja (digital marketing strategist) sebagai kemampuan yang tidak boleh ditinggalkan dalam beradaptasi di era digital. Digital skill dalam arti yang sempit adalah kemampuan menggunakan dan mengoperasikan perangkat digital, tapi secara lebih mendalam kecakapan digital lebih dari itu. Yakni, warganet juga mampu memanfaatkan dan menggunakan perangkat digital dengan penuh tanggung jawab.
Ia mencontohkan tren video vertikal yang dalam beberapa waktu ini booming. Apalagi masa pandemi membuat jangka waktu warganet bertambah dalam mengakses media sosial. Kesempatan ini menjadi cara bagi warganet lebih memanfaatkan fitur baru tersebut dalam membuat konten.
“Konten video vertikal saat ini cukup digemari karena durasinya yang pendek, mudah dibuat, dan konten mudah dipahami dengan cepat. Selain itu secara statistik engagement-nya juga lebih tinggi, dan penonton juga lebih fleksibel memegang gawainya. Di tambah format video vertikal sudah hadir di banyak platform media sosial. Dimulai dari Tiktok sebagai pelopor dan diikuti aplikasi lainnya hingga Instagram bahkan Linkedin pun menyediakan fitur video vertikal,” jelas Femikhirana.
Namun sebagai pembuat konten, lanjut Femikhirana, tetap harus memperhatikan aturan pembuatan konten dengan tidak melanggar aturan UU ITE, tidak menyinggung SARA, dan tidak melanggar community standard yang diterapkan setiap platform media sosial.
Beberapa jenis konten yang dilarang dalam community standard adalah konten yang mengandung kekerasan dan kriminal, yang mengganggu keamanan seperti pelecehan dan eksploitasi anak. Juga konten-konten yang berpotensi digugat seperti konten yang mengandung ujaran kebencian, kekejaman dan gambar atau video porno.
“Selain masalah keamanan, membuat konten juga harus memperhatikan hak kekayaan intelektual, tidak boleh plagiat atau setidaknya mencantumkan sumber asli konten jika mencatut karya orang lain. Integritas, keabsahan, dan keaslian juga penting untuk dipahami jangan sampai menyebar kabar palsu atau sengaja membuat konten spam demi meningkatkan engagement,” imbuhnya.
Lalu, konten seperti apa yang harus diunggah agar tidak monoton? Variasikan konten yang edukatif, informatif, memberi motivasi, dan menghibur, baik berupa cerita, tips, film pendek, challenge, opini, quotes, fotografi dan lain sebagainya. Usahakan selalu mengikuti trending, menggunakan hashtag yang lagi tren dan yang berkaitan dengan konten, caption menarik, dan konsisten berkarya untuk meningkatkan engagement.
“Membuat konten sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah karena sudah ada banyak aplikasi yang mendukung. Contohnya Canva, background eraser, PicsArt, capcut untuk editing gambar. Atau menggunakan kinemaster, filmora, dan power director untuk editing video,” pungkasnya.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Nadia Intan (presenter) juga hadir dua pemateri lain: Khoironi Hadi (kepala MAN Temanggung) dan Fitriana Aenun (kepala MTsN 3 Purworejo) yang juga berbagi materi seputar literasi digital. Hadir pula dalam diskusi, Ryonadio (video creator) sebagai key opinion leader.