Pendidikan karakter merupakan pendidikan dasar yang harus diterapkan sejak usia dini, sebab karakter baik yang kuat akan menghasilkan siswa yang berkarakter pula. Hal ini menjadi tantangan dalam pendidikan di era digital. Apalagi di masa pandemi, pendidikan di lingkungan sekolah sangat dibatasi.
Hal tersebut menjadi topik bahasan menarik dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (4/8/2021). Literasi digital adalah program nasional Presiden Joko Widodo untuk menciptakan sumber daya yang cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi digital. Yakni dengan menggunakan empat pilar literasi digital: digital culture, digital skill, digital safety, digital ethics.
Dannys Citra sebagai moderator diskusi virtual ini mengajak empat narasumber untuk lebih memahami literasi digital khususnya dalam bidang pendidikan. Mereka adalah Diana Belinda (entrepreneur), Aswad Ishak (dosen UMY), Nikmah Nurbaity (kepala kantor cabang dinas pendidikan wilayah VIII Jateng), dan Ety Syarifah (kepala sekolah SMAN 1 Salaman). Selain itu ada juga Glenn Samuel (Indonesian Idol 2018) sebagai key opinion leader.
Ety Syarifah melalui pemaparannya mengatakan, manusia harus hidup sesuai dengan zamannya. Karena sekarang adalah era digital, maka mau tak mau masyarakat harus menyesuaikan diri. Kemudian, meskipun pada dasarnya teknologi digital membawa budaya yang dapat memudahkan aktivitas dan kebutuhan, namun peluang berbagai macam persoalan menjadi tantangan lain. Karena itu bermedia digital harus aman dan nyaman.
“Keamanan digital adalah salah satu literasi digital yang harus dipahami. Bagaimana penggunaan internet bisa melindungi diri sendiri dan orang lain dengan tiga aspek keamanan digital, yaitu aspek kognitif, afektif, dan perilaku. Berinternet itu bagaimana ilmu pengetahuan dapat didapatkan secara aman, penyampaiannya juga aman, dan yang penting perilaku digital juga aman,” jelas Ety kepada 800-an peserta diskusi.
Adapun keamanan digital itu meliputi lima kompetensi penting. Pertama adalah mengamankan perangkat digital dengan fitur proteksi kata sandi, serta fingerprint dan face authentication. Begitu juga dengan perlindungan perangkat lunaknya menggunakan kata sandi, antivirus dan back up data.
“Kedua adalah mengamankan identitas digital, yaitu identitas yang digunakan pada setiap platform. Ini terdiri dari identitas yang boleh diperlihatkan secara umum seperti nama akun dan deskripsi profil yang tidak berlebihan. Melindungi akun dengan perlindungan ganda untuk melindungi akun secara lebih baik,” imbuhnya.
Ketiga, dalam hal keamanan digital warganet juga perlu mewaspadai penipuan online. Kemudian memahami jejak digital. Jejak digital merupakan jejak yang ditinggalkan setelah melakukan aktivitas digital. Rekam jejak digital bisa berupa hasil unggahan, komentar, aktivitas unduhan, dan riwayat penelusuran. Agar tidak meninggalkan jejak digital negatif, diperlukan perilaku yang baik di internet.
“Terakhir adalah memahami keamanan anak dalam bermedia digital. Ini sangat penting karena di era digital anak usia dini sudah harus dipaksa ikut menggunakan teknologi untuk menunjang pendidikan yang dilakukan secara online. Media digital bisa cepat mendewasakan anak, namun pendampingan dari orangtua tidak boleh lepas. Karena kalau tidak ada perhatian atau pengamanan dari orangtua, mereka bisa semaunya sendiri,” terang Ety.
Jadi, harus ada penyaringan ketika anak beraktivitas di dunia digital. Di antaranya dengan memberikan batas waktu pemakaian gadget, mengaktifkan fitur anak dan lain sebagainya.
Di sisi lain, Nikmah Nurbaity menambahkan kaitannya dengan etika anak dalam bermedia digital. Menurut Nikmah, di ruang digital orang lain melihat diri kita dari aktivitas yang kita lakukan di media sosial. Dari konten yang diunggah baik berupa foto, video, dan komentar.
Dari ruang obrolan saja bisa menunjukkan siapa jati diri kita. Sopan tidaknya bisa dilihat dari penggunaan bahasanya. Juga, akses konten yang dibaca dan akun yang kita ikuti dapat memberikan gambaran tentang diri kita. Itu sebabnya, ada hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan di ruang digital karena bisa berdampak pada citra diri.
“Etika dalam bermedia digital itu dengan tidak menyebarkan hoaks, tidak menyebar konten asusila, tidak melakukan penipuan, tidak melakukan perundungan, tidak menebarkan ujaran kebencian dan mencemarkan nama baik serta kejahatan dunia digital lainnya,” jelas Nikmah.
Dalam berkomunikasi dan berinteraksi, baik di ruang media sosial atau media komunikasi hendaknya menggunakan kata dan bahasa yang sopan, menghargai privasi orang lain, memahami waktu.
“Saat mengunggah konten misalnya, baiknya dengan mengunggah hal-hal positif seperti kegiatan sekolah, menyampaikan opini dan gagasan dengan baik, promosi sekolah atau wisata daerah. Bisa juga mengunggah karya tulis seperti puisi, cerpen, atau kata-kata motivasi,” imbuhnya.
Selain unggahan, sambung Nikmah, dalam berkomentar warga digital dianjurkan untuk menebarkan pesan positif. Ingat kepada siapa kita berkomentar, apakah dengan teman, guru, atau pengguna media digital lain. Hindari komentar yang menyakitkan, menasihati berlebihan. Sebab sekali komentar diunggah, ia tidak bisa dihilangkan dan akan melekat pada diri kita sebagai warga digital.