Masa pandemi menggeser belajar agama yang semula dilakukan secara offline menjadi online. Banyak kajian agama dan majelis ilmu yang kini memfasilitasi dirinya dengan portal online. Tidak hanya itu, mereka juga melengkapinya dengan unggahan-unggahan seperti poster, video pendek, hingga dialog interaktif pendek pun sudah demikian banyak bisa ditemukan.
”Lalu pertanyaanya, mengapa kita perlu mendekatkan diri kepada Allah dan mengapa pula perlu belajar agama?” tanya CEO Sempulur Craft Imam Wicaksono pada webinar literasi digital bertema ”Dalami Agama di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (4/8/2021).
Menurut Imam, sesungguhnya ada dua naluri dalam diri manusia, yakni naluri bertuhan dan naluri eksistensi. Keyakinan agama (naluri bertuhan) membuat orang senantiasi menghadirkan Tuhan dalam dirinya. Sedangkan naluri eksistensi menuntun manusia pada aktivitas kehadiran di dunia.
”Manusia ingin selalu tampak hadir dan diakui eksistensinya di dunia. Misalnya dengan cara membuat unggahan-unggahan di media sosial,” jelas Imam di depan 200-an lebih partisipan webinar.
Setidaknya ada tiga dimensi hubungan dalam agama Islam, lanjut Imam Wicaksono. Dimensi hubungan manusia dengan Allah (habluminallah), terwujud dalam ibadah shalat, puasa, dan lainnya. Dimensi hubungan manusia dengan dirinya sendiri, contohnya makan, sandang, bekerja, dan dimensi hubungan manusia dengan sesama manusia (habluminannas),
misalnya bermuamalah yang baik, berorganisasi, bernegara.
Keamanan belajar agama di dunia maya, lanjut Imam, harus berlandaskan sikap adab, amal, dan ilmu. Apalagi Islam mengajarkan untuk selalu memulai aktivitas dengan niat sebagai amalan yang saleh.
Imam menambahkan, adab merupakan poin yang paling penting dan utama dalam belajar ilmu agama. Adab juga akan menjadi semacam rem untuk menjaga kelakuan. Selanjutnya, berhati-hati dalam berdonasi (beramal), cek akun, nomer rekening, dan peruntukan donasi agar tepat sasaran.
”Tak kalah penting, berhati-hatilah dalam menuliskan komentar di media sosial. Hindari memberi komentar yang menuai banyak tanggapan negatif. Kemudian, hendaknya diam bilamana tidak memahami betul ilmunya,” tegas Imam.
Imam berpesan kepada pengguna media sosial agar senantiasa menampakkan adab yang baik dalam mengajak, menyeru, dan menyampaikan kebaikan. Kemudian, juga istiqamah menuntut ilmu agama dan senantiasa berharap hidayah Allah.
Berikutnya, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag Kota Semarang Moch. Fatkhuronji menyatakan, realitas dunia maya membuat akses materi belajar agama mudah didapatkan, sama-sama menjadi pengguna IT, berubahnya peran pendidik (dari sumber belajar menjadi fasilitator), serta berubahnya pustaka cetak pustaka digital.
Untuk belajar agama secara digital, kata Fatkhuronji, harus mengedepankan kaidah ”Al Mukhafadhotu ‘ala Qodimis Sholih Wal Akhdzu Bil Jadidil Aslah” atau prinsip memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.
Menurut Fatkhuronji, ada beberapa prinsip beragama dalam bermasyarakat. Di antaranya, tawasuth (jalan tengah), i’tidal (tegak lurus), tasamuh (toleren), dan tawazun (seimbang).
Tawasuth berarti mengambil jalan tengah, yaitu sikap tidak condong kepada ekstrem kanan (kelompok yang berkedok agama) maupun kelompok ekstrim kiri (kelompok komunis). Tawasuth bisa berarti sikap moderat yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk pendekatan dengan thatharruf (ekstrim, keras).
I’tidal adalah sikap tegak dalam arti menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus ditengah-tengah kehidupan bersama. Sedangkan Tasamuh artinya toleran terhadap perbedaan pandangan dalam masalah agama budaya dan adat istiadat.
”Yang terakhir tawazun atau sikap seimbang dalam berkhidmah demi terciptanya keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah (sering disebut hubungan vertikal dan horizontal),” pungkas Fatkhuronji.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Oony Wahyudi itu, juga menampilkan narasumber M. Fatkhurahman (Pemred Harian Radar Tegal), Amhal Kaefahmi (Pengawas Madrasah Kementerian Agama Kota Semarang), dan Saffana Hamidah selaku key opinion leader.