Abad 21 yang ditandai dengan munculnya revolusi industri 4.0 (cyber physical system) mempunyai ciri utama penggabungan informasi dan teknologi komunikasi di bidang industri. Namun, munculnya wabah pandemi membuat seluruh bidang kehidupan beramai-ramai menyerbu ruang siber sebagai jawaban atas masalah kebutuhan manusia.
”Pemanfaatan secara optimal ruang-ruang digital (internet) tak hanya dilakukan oleh sektor ekonomi industri. Kini bidang pendidikan, bahkan belajar agama, pun bisa dilakukan melalui internet,” ujar pakar psikologi komunikasi Dr. Arfian pada webinar literasi digital dengan tema ”Dalami Agama di Dunia Maya”, yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).
Arfian mengatakan, era digital yang ditandai dengan munculnya internet membuat belajar menjadi lebih mudah. Keterbukaan akses informasi memungkinkan tersedianya beragam pilihan materi belajar yang seperti artikel, jurnal, e-book, video dan lainnya, yang disesuaikan dan selalu mengikuti perkembangan teknologi.
Belajar apa pun, lanjut Arfian, kini bisa melalui dunia maya. Begitu juga belajar agama dari sumber mana saja boleh (internet). Namun, meskipun dari internet, literasi dan sumber-sumber yang digunakan mesti terpercaya serta harus memilih sumber yang tepat mengingat semua orang kini bebas menulis dan memposting di internet.
”Web penyedia materi pembelajaran online juga membuka ruang diskusi di dunia maya sebagai sarana penunjang belajar. Namun, ingat untuk selalu menghindari konten yang mengarah pada ujaran kebencian dan SARA,” tegas Arfian di depan lebih dari 500 partisipan webinar.
Tantangan belajar agama melalui dunia maya, menurut Arfian, di antaranya ada pada konten-konten yang mengarah pada radikalisme, ujaran kebencian, ajaran sesat, hingga provokasi. Meski mempunyai konsekuensi berbeda, tantangan yang bersifat negatif itu mesti dicarikan solusinya.
Beberapa hal yang bisa disiapkan saat belajar agama di dunia maya meliputi, skill individu, critical thinking (keterampilan berpikir kritis)
communication (keterampilan komunikasi), creativity (menciptakan ide dan inovasi), dan konsistensi dalam belajar.
”Intinya, untuk meningkatkan pengetahuan agama kita boleh belajar dari sumber mana saja. Tidak ada kata ‘tidak bisa’ dalam belajar, dan jangan mudah putus asa. Tapi, sebaiknya kita belajar dari sumbernya langsung (guru atau ahli agama),” tandas Arfian.
Narasumber berikutnya, Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara Musta’in berpendapat, konsep belajar tradisional juga cocok diterapkan untuk mendalami agama di dunia maya. Konsep belajar tradisional itu meliputi cerdas, semangat dalam arti memiliki motivasi belajar, sabar, cukup biaya, guru yang memberi pendidikan, lamanya belajar (life long education).
Musta’in mengatakan, untuk belajar agama di dunia maya dibutuhkan keterampilan dan kecakapan (literasi) seluk beluk dunia digital. Mulai dari mesin pencarian informasi sebagai kunci pintu terbukanya ilmu yang tak terbatas dan terbuka lebar.
”Di sana kita bisa jumpai beragam sumber seperti jurnal ilmiah, opini tokoh agama, portal informasi terkait agama, AlQuran digital beserta ayatnya, riwayat hadits (sanad dan rowinya), baik yang berupa teks audio maupun video,” jelas Musta’in.
Webinar yang dipandu moderator Nadia Intan itu juga menghadirkan narasumber lain: Afian Pranowo (fasilitator Kaizen Room) dan Imam Gozali (Kasi Pendidikan Madrasah Kemenag Kabupaten Brebes).