Pengawas Kantor Madrasah Kementerian Agama Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Suyanto mengungkapkan, seluruh aspek kehidupan kini telah berubah menjadi kehidupan yang cerdas, dimulai dari smart building, smart office, hingga smart transportation. Tidak ada yang bisa memprediksi apa yang akan terjadi lima atau sepuluh tahun ke depan dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini.
“Tantangan utama kita saat ini adalah bagaimana penggunaan internet dan media digital yang tak hanya memberikan manfaat bagi penggunanya, namun juga membuka peluang terhadap berbagai persoalan yang dihadapi manusia di era pesatnya informasi sekarang,” kata Suyanto dalam webinar literasi digital bertajuk “Menjadi Cerdas di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (3/8/2021).
Suyanto mengatakan, penguasaan internet menjadi hal mutlak dewasa ini. Internet ibarat ruang publik di dunia maya yang tersekat-sekat yang bisa berdimensi single ataupun kolektif. Kurangnya kecakapan digital dalam menggunakan internet menimbulkan penggunaan media digital yang tidak optimal.
“Lemahnya budaya digital bisa memunculkan pelanggaran terhadap hak digital warga. Rendahnya etika digital berpeluang menciptakan ruang digital yang tidak menyenangkan karena terdapat banyak konten negatif,” tambahnya.
Suyanto menuturkan, tiap pengguna menjadi warga dunia digital yang terus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhannya. Berinteraksi dalam dunia digital jadi budaya baru, baik secara personal, sosial, informal dan formal.
“Maka, butuh sekali kompetensi berbudaya digital, agar tidak sekadar bisa memanfaatkan alat digital dan mengakses ruang digital, sehingga literasi digital penting,” tegasnya.
Suyanto membeberkan, literasi digital sering dianggap sebagai kecakapan menggunakan internet dan media digital. Literasi digital sebagai kebutuhan penguasaan konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada kecakapan untuk menguasai teknologi.
“Literasi digital banyak menekankan kecakapan pengguna media
digital dalam melakukan proses mediasi media digital yang dilakukan secara produktif. Jadi tidak hanya mahir mengoperasikan alat, tapi mampu bermedia digital yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Oleh sebab itu, lanjut Suyanto, penting bagi warganet menerapkan apa yang disebut The Good Play Program. Yakni, sebuah perilaku partisipatif yang dilandasi kesadaran, kebajikan, tanggung jawab dan kejujuran.
“Hal yang perlu diperhatikan kompetensi berbudaya digital saat ini tercermin pula dalam penggunaan internet sesuai kecakapan yang berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Suyanto.
Sebab, arus informasi yang datang dari berbagai penjuru dan bebas akses saat ini dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat. Hal ini menjadi satu tantangan masyarakat era ini dengan kemampuannya untuk mencerna informasi yang masuk dari lingkungan yang ada di sekitarnya, apakah sesuai dengan nilai-nilai norma yang berlaku.
“Kemampuan menerima informasi positif yang masuk ini turut pula dipengaruhi oleh pendidikan karakter, yang memberikan andil yang kuat dalam penanaman nilai-nilai kebangsaan,” tegas dia.
Lektor UI Depok Retno Kusumastuti dalam webinar itu mengatakan, negara melindungi kebebasan berekspresi tiap warganya. Tetapi sekaligus memiiliki batas-batas yang sama dengan hak digital. “Yakni, tidak boleh melanggar hak dan melukai orang lain, tidak boleh membahayakan kepentingan publik, negara dan masyarakat,” ujarnya.
Retno mengatakan, kebebasan berekspresi sebagai hak digital tercermin dalam berbagai contoh. Misal kebebasan dalam memproduksi konten aktualisasi diri, dalam bentuk status di medsos, beropini dalam berbagai aplikasi percakapan media sosial, mengunggah berbagai konten teks, foto hingga di berbagai platform.
Webinar kali ini juga menghadirkan dua narasumber lain: Budhi Hermanto (Consultan Media Developer & Jurnalis) dan Adhi Iman Sulaiman (Lektor Kepala Fisip Unsoed).