Kepala MAN 2 Kudus Shofi mengungkapkan, banyak tantangan kala orangtua membesarkan anak di era teknologi serba pesat seperti sekarang ini. Makin bebasnya akses informasi yang ditawarkan oleh internet, selain berdampak positif bagi anak-anak untuk mempelajari banyak hal dan mengeksplor berbagai minat, juga menyimpan sisi negatif jika dibiarkan tanpa pengawasan ekstra.
“Orangtua memang ,mau tak mau, dan harus ikut menyesuaikan, bagaimana era ini berjalan agar bisa mengawal anaknya yang tumbuh bersamaan dengan membudayanya internet,” kata Shofi saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital bertema ”Menjaga dan Mendidik Anak di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (5/8/2021).
Shofi mengatakan, dengan banyaknya aplikasi dan konten baru yang muncul setiap hari, anak akan cenderung mengaksesnya jika mereka terbiasa dengan gadget.
Shofi memberi catatan khusus, jika usia anak itu 0-7 tahun, orangtua bisa mendidik mereka dengan cara menjadikannya sebagai ‘Raja’.
“Tapi arti ‘Raja’ di sini bukan berarti menuruti semua keinginan anak, melainkan memberikan perhatian penuh kepada mereka ketika berinteraksi dengan perangkat digital,” tegas Shofi. Alasan perhatian penuh itu perlu diberikan, lanjut Shofi, karena di usia inilah anak mengalami masa emasnya.
“Saat emas ini adalah saat pembentukan sel otak 70 persen dan kemampuan anak untuk menyerap informasi masih sangat kuat,” ujar Shofi. Karena itu, ia menyarankan agar jangan sampai orangtua hanya menyerahkan perkembangan anak kepada pengasuhnya, kecuali jika memang terpaksa.
Lantas, bagaimana strategi mendampingi anak di masa emas yang berbarengan dengan majunya era digital itu? Shofi menyebut empat langkah utama.
Pertama, ajak anak bermain sesuai karakter usianya yang edukatif. Kedua, semua pendidikan yang diberikan semata berdasar permainan. Ketiga, carilah aplikasi pendidikan di Google Play Store yang berbasis permainan. Keempat, biarkan otak anak berkembang dengan mandiri.
Shofi membeberkan, banyak dampak negatif jika anak telanjur dibiasakan mengendalikan gadget tanpa batasan waktu dan pendampingan.
“Selain mengurangi waktu berkualitas bersama keluarga, anak juga akan menarik diri dari pergaulan sosial dan bisa terganggu perkembangan bahasa dan bicaranya,” urai dia.
Shofi lantas mendorong orangtua sebisa dan semaksimal mungkin menemani anak saat sedang bermain gadget. Namun, menemani bukan berarti sekadar duduk di sisinya dan memantau mereka. Melainkan benar-benar menemani dan menghabiskan waktu belajar dan bermain bersama, termasuk saat menggunakan gadget.
Sebab, banyak aktivitas bersama gadget yang bisa dikerjakan demi edukasi. Seperti misalnya, menggambar bersama anak di aplikasi atau menonton tayangan edukasi bersama di Youtube. “Anak bisa belajar bersama orangtua mempelajari konten-konten yang menyenangkan dan bermanfaat,” jelas Shofi.
Narasumber lain di webinar, konsultan dan praktisi public relations Andie Wibianto mengatakan, dampak negatif internet dan penggunaan gawai pada anak terlalu over adalah gangguan kesehatan.
“Anak dalam pertumbuhannya bisa tidak seimbang pertumbuhan motorik kasar dan halusnya. Sebab, gawai membuat anak kurang menggerakkan seluruh anggota tubuh,” cetusnya.
Andie juga membeberkan jika orangtua tak membuat batasan penggunaan gawai serta internet, anak cenderung suka menahan lapar, haus, dan menahan buang air sehingga mengalami gangguan pencernaan.
“Anak semakin lama juga bisa kesulitan berkonsentrasi, karena terlalu larut dengan gawai dan mengakses internet,” tutur Andie.
Webinar yang dipandu moderator presenter Vania Martadinata itu juga menghadirkan narasumber dosen UIN Surakarta Abd. Halim, Kasi Pendidikan Madrasah Kabupaten Kudus Kafit, dan Mahe Wijaya selaku key opinion leader.