Pendidikan digital adalah pendidikan yang harus mengintegrasikan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ke dalam seluruh mata pelajaran.
Hal tersebut diungkapkan oleh editor dan penulis jurnal Siti Aminataz Zuhriyah dalam webinar literasi digital dengan tema ”Tantangan Pembelajaran di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).
“Pendidikan digital adalah pendidikan yang harus mengintegrasikan TIK ke dalam seluruh mata pelajaran. Artinya, seluruh pembelajaran yang ada menggunakan teknologi untuk menyeimbangkan dan meningkatkan kecakapan dalam pemanfaatannya,” ujar Siti Aminataz.
Di dalam pendidikan digital ini, guru atau tenaga kependidikan harus mampu mengoptimalkan peralatan TIK sebagai media pembelajaran. Terlebih di tengah pandemi Covid-19 pembelajaran dilakukan jarak jauh, sehingga penggunaan media digital menjadi keharusan.
Adapun kecakapan yang harus dimiliki guru, menurut Siti adalah harus mampu menyelesaikan masalah e-learning pada siswa; memperluas referensi siswa, misal menggunakan google cendekia dan memperhatikan sistem penilaian (inovasi teknologi pembelajaran). “Selain itu, guru juga harus mampu memberi edukasi keamanan digital,” ucapnya.
Selain kemampuan guru, Siti mengatakan, siswa pun harus memiliki kecakapan dalam menjalankan pendidikan digital ini. Ia menyebut, siswa harus interaktif dan komunikatif saat berlangsungnya pembelajaran, kemudian mampu memanfaatkan media informasi dengan baik, dan disiplin dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
“Setiap kali melakukan kesalahan, siswa harus mampu mengakuinya dan bersikap jujur,” tuturnya.
Siti mengatakan, agar pembelajaran memakai media digital ini bisa berjalan dengan baik, perlu juga didukung peran oleh orangtua atau wali murid. Menurutnya, orangtua juga harus cakap digital dalam mendampingi dan mengontrol anaknya. Kemudian memotivasi semangat belajar, sambil memantau dan memberikan nasihat atau arahan.
Narasumber lain, praktisi pendidikan Anggraini Hermana mengatakan, era digital bukanlah hambatan untuk mendidik generasi penerus bangsa. Kecanggihan teknologi justru menjadi media bagi praktisi dan lembaga pendidikan dalam menyiapkan generasi masa depan.
Untuk itu, lanjut Anggraini, perlu adanya proses adaptasi terhadap teknologi. Apalagi, pendidikan digital memiliki beberapa perbedaan dibanding dengan pembelajaran dengan cara tradisional.
Beberapa di antaranya, yakni: perangkat dan fasilitas digital dapat menjadi guru, kapan pun waktu dapat menjadi jam belajar, kemudian di mana pun tempat bisa menjadi ruang belajar bagi siswa.
“Dalam pembelajaran digital ini, juga dibutuhkan pendamping bagi siswa yang masih berada pada tahap usia dini maupun yang sedang menempuh pendidikan dasar, dan butuh komunikasi dua arah antara orangtua wali dengan tenaga pendidik,” ucapnya.
Anggraini menambahkan, belajar secara online atau dalam jaringan (daring) ini pun memiliki etika yang harus diperhatikan. Seperti memastikan kamera menyala dengan pencahayaan yang baik serta background yang layak.
Kemudian, peserta didik maupun tenaga pendidik berpakaian rapi dan sopan, serta fokus tidak sambil mengerjakan hal lainnya.
Yang tak kalah pentingnya yakni memastikan baterai dan speaker pada device aman untuk menghindari miss komunikasi akibat kesalahan teknis. Kemudian menciptakan suasana yang kondusif saat kelas online berlangsung, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Anggraini mengungkapkan, dalam menghadapi pendidikan digital, sudah menjadi keharusan bagi kalangan pendidik agar beradaptasi terhadap perkembangan teknologi, sehingga bisa meningkatkan literasi digitalnya.
Tenaga pendidik juga harus memiliki sudut pandang yang luas dan bijaksana terhadap penggunaan media sosial maupun segala hal yang berhubungan dengan digital.
”Guru juga harus menjadi suri teladan yang baik bagi siswa maupun masyarakat luas dan terus menggali ilmu pengetahuan serta update secara berkala,” paparnya.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Bobby Aulia itu juga menghadirkan narasumber Yoshe Angela (social media specialist PT Cipta Manusia Indonesia), Jota Eko Hapsoro (founder & CEO Jogjania.com), dan Wakil II Mbak Jawa Tengah Safira Hasna selaku key opinion leader.