Ujaran kebencian atau hate speech adalah ungkapan atau ekspresi yang menganjurkan ajakan untuk mendiskreditkan, menyakiti seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan membangkitkan permusuhan, kekerasan, dan diskriminasi kepada orang atau kelompok tersebut.
UU Nomor 11 Tahun 2008 pasal 28 ayat 2 juga menyebutkan: ”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”.
Regulasi lain, berdasarkan surat edaran Kepala Kepolisian RI Nomor SE/6/X/2015 dijelaskan bahwa ujaran kebencian adalah tindak pidana yang berbentuk penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, berita bohong.
”Semua tindakan tersebut memiliki tujuan atau dapat berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, bahkan konflik sosial,” tutur dosen Universitas Sains Al Quran Wonosobo Muhammad Yusuf pada webinar literasi digital bertajuk ”Melawan Ujaran Kebencian di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis (5/8/2021).
Yusuf menyatakan, keberadaan aturan tak lantas membuat surut pelaku ujaran kebencian apalagi mereda. Menurutnya, ada beberapa motif yang mendorong seseorang melakukan ujaran kebencian, misalnya tidak bisa menanggapi perbedaan pendapat, pengungkapan emosi, tidak menyukai sifat yang ditunjukkan di media sosial, atau terpengaruh oleh lingkungan pertemanan.
Ujaran kebencian di media sosial tidak hanya menyasar orang dewasa, bahkan tak jarang anak-anak juga turut menjadi sasaran ujaran kebencian yang dilakukan temannya. Agar aman dan terhindar dari ujaran kebencian, sebaiknya orangtua perlu mendampingi anak-anak kala mereka bermedia digital.
Selain mendampingi, lanjut Yusuf, orangtua harus mengerti tentang media sosial dan situs apa saja yang digunakan anak. Kemudian, orangtua juga harus tahu program aplikasi edukatif yang berdampak positif, menerapkan jadwal penggunaan perangkat digital saat di rumah.
”Tak kalah penting, memonitor aktivitas dunia maya dan mengunci situs-situs yang tidak layak untuk anak dengan web filtering. Gunakan perangkat digital bersama saat dipinjamkan kepada anak, dan mengajak anak beraktivitas dan bermain langsung untuk meningkatkan interaksi,” pungkas Yusuf.
Narasumber berikutnya, Sigit Rahmanto menjelaskan makna literasi sebagai kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan. Indonesia menempati ranking ke-62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi atau berada di 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
”Indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik,” ujar jurnalis Radar Jateng itu.
Faktor rendahnya literasi warga, lanjut Sigit, turut berpengaruh pada jumlah kasus ujaran kebencian baik yang ditangani oleh tindak pidana siber Bareskrim Polri, maupun Kementerian Kominfo. Untuk diketahui, sejak 2018 Kominfo telah menangani 3.640 kasus ujaran kebencian.
Sedangkan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, pada 2018 telah menangkap 122 orang terkait ujaran kebencian di media sosial, dari 3.000 akun yang dideteksi Polri secara aktif telah menyebarkan ujaran kebencian di media sosial. Periode Januari-Juni 2019 Polisi menangani 675 kasus ujaran kebencian, sementara 101 kasus ditangani oleh Polda Metro Jaya.
”Tahun 2020, 443 kasus 14 di antaranya sudah tuntas hingga ke tingkat pengadilan, dan menemukan 1.448 akun yang menyebarkan hoaks dan hate speech. Mabes Polri tengah menyelidiki 218 kasus ujaran kebencian dan hoaks yang tersebar di berbagai platform media sosial periode awal April hingga Mei 2021 ini,” papar Sigit.
Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Dimas Satria itu, juga menghadirkan narasumber Budhi Hermanto (peneliti media), Rizqika Alya Anwar (Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia), dan musisi Indonesian Idol 2018 Abraham Kevin selaku key opinion leader.