Kamis, Desember 26, 2024

Bebas belajar agama di dunia maya, tapi perhatikan dua hal ini

Must read

Di era digital dan pandemi Covid-19 saat ini, semua hal banyak dilakukan secara online, tak terkecuali pembelajaran ilmu agama yang kerap menghiasi ruang digital.

Sebagian remaja disinyalir juga lebih menyukai belajar agama melalui media sosial seperti Youtube atau Instagram, dan di sisi lain tak banyak anak-anak muda yang mengenal organisasi keagamaan karena cenderung lebih mengenal pendakwah individual yang aktif di dunia maya.

Kasi Pendidikan Madrasah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan H. Busaeri mengatakan, sebenarnya sah-sah saja dan tak ada masalah ketika orang belajar agama dari dunia maya. 

“Namun ada dua hal penting yang harus diperhatikan ketika orang mempelajari agama,” kata Busaeri saat menjadi narasumber dalam webinar literasi digital bertema ”Dalami Agama di Dunia Maya” yang diselenggarakan Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).

Busaeri menambahkan, belajar ilmu agama tidak boleh ke sembarang orang. Belajar agama mesti kepada orang yang tahu, mendalami serta menguasai ilmu agama.

Busaeri pun merujuk panduan yang pernah dilontarkan Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah, Gus Yusuf tentang dua hal yang harus diperhatikan masyarakat saat belajar agama. “Pertama, belajar agama harus dengan orang yang jelas keilmuannya,” kata Busaeri. 

Busaeri mengungkapkan, ketika belajar agama peran dan latar belakang guru tak bisa diabaikan agar pembelajaran agama benar-benar bisa mencapai tujuannya.

“Gurunya harus jelas kealimannya, keilmuannya. Ini dapat dilacak dari mana ia mendapat ilmu, siapa gurunya. Ketika sanad atau silsilah keilmuannya jelas sampai kepada Rasulullah SAW, maka ilmunya insyallah akan barakah dan bermanfaat,” tambahnya.   

Busaeri lalu mengingatkan potensi bahaya jika salah memilih guru, sehingga materi pelajaran agama yang diberikan justru mendorong murid bisa terjerumus dalam pandangan fanatisme, radikalisme dan akhirnya ke tahap terorisme yang membahayakan.

Dengan kata lain, ujar Busaeri, guru menjadi faktor penentu jangan sampai murid menjadi korban ajaran yang salah soal agama, melainkan menjadi solusi bagi berbagai persoalan bangsa.

“Jadi pengetahuan agama yang didapat dari sosok guru yang jelas,  seharusnya menghasilkan ilmu yang menentramkan hati dan menjernihkan akal pikiran. Bukan sebaliknya menjadikan murid menjadi bersikap sempit pada perbedaan,” tegasnya.

Busaeri menuturkan, faktor kedua yang tak kalah penting saat belajar agama adalah memahami dan mengetahui bagaimana keseharian dari guru agama yang menjadi sumber ilmunya itu.

“Belajar agama melalui media sosial tak masalah, namun sebatas sebagai tambahan pengetahuan, karena yang pokok tetaplah tatap muka seperti di masjid dan pesantren karena kita harus tahu keseharian guru kita,” jelas Busaeri.

Narasumber lain webinar itu, dosen UIN Surakarta Abd. Halim mengatakan ada sejumlah hal yang perlu dijaga saat mengekspresikan hal berbau keagamaan di media online.

“Kebebasan mengekspresikan pendapat jangan sampai merendahkan martabat orang lain, kebebasan itu harus bertanggungjawab,” jelas Halim.

Selain itu, Halim mengungkapkan perlunya menggunakan bahasa yang sopan, menghindari hoaks, ujaran kebencian, stigmatisasi, dan diskriminasi sesuai pedoman UU ITE. “Sebarkan saja konten-konten keagamaan yang positif, jadilah duta damai di media sosial,” ujar Halim.

Webinar yang dimoderatori Mafin Rizqi ini turut menghadirkan narasumber Ardiansyah (IT Consultant) dan Imam Sayekti (Kepala MTsN 2 Kabupaten Pekalongan) serta Adinda Daffy sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article