Jumat, November 15, 2024

Ribuan peserta ikuti webinar menjaga dan mendidik anak di era digital 

Must read

Sebanyak 1.000 lebih peserta antusias mengikuti webinar literasi digital bertema ”Menjaga dan Mendidik Anak di Era Digital” yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (6/8/2021).

Webinar yang dimoderatori Nabila Nadjib dan menampilkan key opinion leader Aprilia Ariesta itu menghadirkan empat narasumber utama, yakni: Nurul Fajar Latifa (pengajar dan juga aktivis Lintas Iman Klaten), Adhi Wibowo (praktisi pendidikan), Lanjar Utami (Kepala MAN 1 Karanganyar), dan Sudiono (Kasi Pendidikan Madrasah MAN Purbalingga).

Kepala MAN 1 Karanganyar Lanjar Utami dalam paparannya mengungkapkan, untuk mendidik anak di era digital ini, literasi digital saja tidak cukup. “Orangtua juga perlu menyertakan empati digital sebagai pilar utama selain berpikir kritis menggunakan akal sehat, yakni kemampuan kognitif dan emosional untuk menjadi reflektif dan bertanggung jawab secara sosial saat menggunakan media digital,” kata Lanjar.

Lanjar membeberkan, tidak ada perbedaan mendasar antara empati digital dan empati konvensional di dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sebab, ujar Lanjar, keduanya sama-sama merujuk kepada kemampuan kognitif, emosi, dan afeksi anak, bagaimana belajar memposisikan diri menjadi orang lain agar bisa mengenali perasaan dan emosi yang dialami orang lain sekitarnya.

“Tentu saja untuk menumbuhkan empati digital bukan hanya tanggung jawab keluarga, tapi juga dilakukan dalam tataran lingkungan sekolah dan masyarakat,” ujarnya.

Lanjar lantas membeberkan perbedaan berbagai jenis empati itu. Pertama, empati emosional atau afektif, yakni kepekaan melibatkan kemampuan memahami emosi orang lain dan merespons dengan tepat.

Pemahaman emosional ini dapat menyebabkan seseorang merasa prihatin terhadap kesejahteraan orang lain.

Kedua, empati intelektual atau kognitif, kemampuan melibatkan memahami keadaan mental orang lain dan apa yang mungkin mereka pikirkan sebagai respons terhadap situasi tersebut. “Empati kognitif ini berkaitan dengan pemikiran tentang apa yang dipikirkan orang lain,” urainya.

Ketiga, empati kasih sayang, semacam kemampuan memahami perasaan orang lain dan tergerak membantu menyelesaikan masalahnya.

Meski banyak manfaat dari media digital, Lanjar mengimbau jangan sampai anak menjadi generasi nirempati atau tanpa empati pada lingkungan sosialnya. Sebab kini, anak-anak dan remaja di negara-negara maju dan berkembang hidup dalam dunia di mana koneksi internet cepat telah menjadi norma. 

“Waktu yang digunakan anak-anak sekarang untuk bermain games komputer dan aktivitas-aktivitas kesenangan online secara signifikan mengurangi kegiatan mereka di luar rumah. Ini bisa berdampak langsung pada watak mereka yang kurang peduli sesama dan lingkungan sekitar. Mereka bersama dalam fisik, namun tidak dalam pikiran dan perasaan,” tegasnya.

Adapun Sudiono, Kasi Pendidikan Madrasah MAN Purbalingga dalam paparannya menjelaskan pentingnya mengenalkan etika digital pada anak di era digital ini agar tak terjerumus dengan berbagai persoalan, khususnya konten negatif.

Menurut Sudiono, digital ethics perlu diperkenalkan agar anak saat berinteraksi di ruang digital berperilaku terbaik, sehingga menjadi bagian masyarakat digital yang beradab, penuh sopan santun dan mendapatkan manfaat dari ruang digital itu sendiri.

“Harus diantisipasi pula, karena  anak-anak banyak yang tidak terlalu memahami atau tidak peduli terhadap bahaya yang dapat mengancam mereka di ruang digital,” tegas Sudiono.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article