Seperti kita mengarungi hidup di dunia nyata. Memasuki pergaulan di media sosial alam raya digital yang tanpa batas, kita juga butuh tujuan sejak awal memasukinya. Kenapa? Agar tidak tersesat jalan saat kita bergabung di dunia virtual bersama lebih dari 190-an juta warga bangsa ini yang, sampai tahun 2020 saja, menghabiskan 7,5 jam waktu hariannya untuk berselancar di media sosial (medsos).
Mengapa tujuan bermedsos mesti jelas dari awal? Irfan Bahtiar, seorang pegiat medsos dari Purwokerto, mengurai jawaban. Kata dia, medsos yang serba cepat dan tanpa batas, memungkinkan kita bisa bertindak apa saja. Bisa sekadar berinteraksi sosial sesama warga digital – di tingkat regional, nasional maupun lintas dunia – itu sangat mudah dan cepat. Kita juga bisa berjualan segala macam produk dengan tujuan pasar dan jaringan lebih luas, juga bisa berburu beragam ilmu pengetahuan, lintas ilmu, lintas negara.
”Berburu wawasan positif pun sangat tidak terbatas. Juga, banjir informasi yang kalau tak bijak menyaring dan memilah sebelum mengkonsumsinya, kita berisiko terpapar hoaks, berita bohong yang berbahaya buat diri kita dan masyarakat sekitar,” papar Irfan, saat tampil mengawali webinar literasi digital yang digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Pemalang, 29 Juni silam.
Setelah memilih tujuan apa yang hendak dicari di medsos, menurut Irfan, berikutnya adalah memilih bahasa yang ingin di-branding untuk citra diri kita di medsos. Pengin dikenal sebagai sosok yang berbahasa serius tapi santun, atau santai memakai bahasa lokal, yang bercanda bersahabat. ”Manfaatkan media sosial untuk mem-branding. Apalagi buat kita yang masuk medsos untuk jualan, perlu serius dipastikan sejak awal,” pesan Irfan.
Terkait perlunya serius sedari awal, Irfan kemudian berbagi pengalaman sebagai pelaku bisnis digital beberapa tahun belakangan. Ia mengaku, di komunitas digital Banyumas dan kawan-kawannya di Purwokerto, nama dia di medsos lebih dikenal sebagai Bawor, bukan Bahtiar. Justru, brand Bawor lebih bersahabat dan menguntungkan, semisal saat ia menawarkan produk wisata dan kuliner Banyumas.
Satu contoh, saat Irfan menawarkan kaos Kang Bawor – Banyumas, lebih mudah akrab kalau ia sendiri yang memosting desain kata lucu dengan gaya Banyumasan. Lebih dipercaya, juga lebih jelas buat konsumen online. Bisa dipesan seantero Banyumas, pantura Pemalang, Pekalongan, Tegal sampai Semarang, lantaran promosi digarap untuk segmen pasar sebahasa, Jawa bernuansa ngapak. ”Segmentasinya lebih jelas dengan branding di medsos yang sejak awal kita tentukan. Penggemar lebih mudah disasar untuk memesan secara online kaos-kaos lucu bercita rasa Banyumasan,” urai Irfan.
Lantas, bermedia sosial yang bijak itu seperti apa? Kali ini, konsultan marketing Daru Wibowo yang memberi jawaban. Ia lebih dulu balik bertanya, apakah ketika kita mendiamkan pesan dan informasi penting, tidak membagi ke teman atau saudara yang memerlukan, semisal info tentang kesehatan yang akurat atau banyak info lain yang manfaat, tapi kita stop karena kita terlalu hati-hati, itu tindakan bijak? Atau sebaliknya, kita menyebar hoaks tanpa cek dulu, biar banyak yang tahu, apa pun dampaknya, itu juga bijak?
Menurut Daru, kuncinya terletak pada nalar wawasan kita yang mesti diperkaya. Harus lebih cerdas dan lebih luas. Agar jari kita bisa lebih bijak dalam mengendalikan informasi yang banjir di medsos. Juga, agar kita bisa menjaga persahabatan sosial tanpa dituding sebagai penyebar hoak. Juga agar kita bijak dan jeli menerima info di dunia maya, yang arusnya benar-benar tak terbendung.
”Jari kita harus cakap dan cerdas menyeleksi agar terjaga sebagai warganet yang bijak dan bersahabat dalam jagat media sosial,” tutur Daru Wibowo, tampil menyemarakkan diskusi daring yang antusias diikuti oleh ratusan peserta lintas profesi dan generasi.
Irfan dan Daru tak sendirian berbagi pengalaman. Dalam webinar yang dipandu Fikri Hadil dan mengusung topik ”Bermedsos yang Bijak dan Bersahabat” itu, keduanya tampil bersama narasumber yang lain. Yakni, Murniandany Ayusari (kreator konten dari situs Jaring Pasar Nusantara), M. Yunus Anis (dosen Universitas Negeri Sebelas Maret Solo), serta Venabella Arin, influencer yang tampil sebagai key opinion leader.
Yang jelas, mengutip Yunus Anis, sebagai warga digital kita juga mesti menjaga keseimbangan hubungan sosial di dunia nyata. Agar dalam tatanan warga yang berpancasila dan menjaga keragaman Bhinneka Tunggal Ika, tetap terwujud apa yang mesti dipertahankan dalam bergaul di dunia nyata.
”Agar hubungan sosial dua dunia tetap terjaga imbang, bagusnya kita punya waktu untuk down time. Bikin waktu bersama dengan keluarga dan masyarakat terdekat. Intinya, hidup kita di dua dunia ini tetap perlu diseimbangkan,” pesan Yunus Anis, saat memungkas diskusi.