Sabtu, November 23, 2024

Implementasi empat pilar literasi digital di lingkungan sekolah

Must read

Di era revolusi industri 4.0, kompetensi teknologi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap individu. Karena itu, di lingkungan madrasah atau sekolah perlu ditanamkan literasi digital agar dapat menciptakan generasi yang cakap digital.

Hal itulah antara lain bahasan materi dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (3/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital untuk mendukung percepatan transformasi digital di Indonesia.

Webinar kali ini dipandu oleh tv host Mifty Vasko serta menghadirkan empat narasumber, yakni: Septa Dinata (researcher Paramadina Public Policy Institute), Riant Nugroho (pegiat literasi digital), Nyarwi Ahmad (Direktur Eksekutif Indonesia Presidential Studies), M. Nurkhoiron (Yayasan Desantara). Hadir pula Bella Nabila (produser) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.

Diskusi dengan tema ”Empat Pilar Literasi Digital bagi Lingkungan Madrasah” diawali dengan sambutan dari Wakil Bupati Bantul Joko Purnomo, yang menyatakan dukungannya terhadap program kolaborasi Kominfo dengan SiberKreasi untuk meningkatkan literasi digital, khususnya bagi masyarakat Kabupaten Bantul. Kata Wabup Joko, masyarakat Bantul telah memanfaatkan internet untuk berbagai kebutuhan. Dengan webinar ini, Joko berharap seluruh elemen masyarakat dapat mengaplikasikan ilmunya ke dalam kehidupan.

Bicara tentang literasi digital di lingkungan madrasah atau sekolah, Septa Dinata mengatakan, tugas tersebut merupakan kewajiban seluruh pendidik. Sebab, di era yang serba memanfaatkan teknologi digital seperti sekarang, kompetensi yang harus dimiliki tidak lagi sekadar mengoperasikan alat atau perangkat digital, melainkan juga bagaimana memanfaatkan sumber data digital untuk memenuhi kebutuhan pendidikan.

Kompetensi digital dalam dunia pendidikan tidak hanya terfokus pada kompetensi profesional pendidik, tetapi juga kompetensi pedagogis pendidik, serta kompetensi dari para peserta didik itu sendiri. Ketiga kompetensi tersebut saling mengisi dan saling terkoneksi dalam membangun pendidikan di era digital ini.

”Guru laiknya mampu menggunakan teknologi digital dan mampu meningkatkan komunikasi untuk berkolaborasi dengan pendidik lain untuk saling berbagi dan bertukar pengetahuan. Juga, memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan praktik pedagogis digital dan mampu memberdayakan sumber daya digital untuk pengembangan profesional yang berkelanjutan,” jelas Septa Dinata kepada peserta webinar.

Pendidik atau guru, menurut Septa, juga harus memiliki kemampuan mengidentifikasi dan memilih digital resources untuk pengajaran dan pembelajaran. Juga, memodifikasi dan mengelola sumber daya digital menjadi new digital educational resources, kemudian mengatur konten digital tersebut agar bisa dimanfaatkan oleh pelajar, orangtua dan pendidik lainnya.

”Sementara untuk memberdayakan pelajar, guru dapat memastikan aksesibilitas ke aktivitas dan semua pembelajaran untuk semua peserta didik, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Juga, mampu menggunakan teknologi digital untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam dan membuat pembelajaran aktif yang melibatkan semua peserta didik,” imbuhnya.

Sebagai dasar pelaksanaan dalam pendidikan, kompetensi-kompetensi tersebut, menurut Nyarwi Ahmad, harus dilandasi dengan pondasi etika. Yakni, sistem atau konsep yang menentukan baik atau buruknya perilaku yang dilakukan oleh peserta didik. Dan, digital ethic itu berada di tengah-tengah kompetensi digital yang harus diterapkan sejak dari lingkungan sekolah.

Kompetensi digital dan kompetensi etika digital harus dimiliki oleh kepala sekolah atau pengelola pendidikan sebagai panutan di lingkungan sekolah, pengawas, dan penyusun kurikulum, guru, murid, juga orangtua.

”Dalam etika komunikasi digital, etika yang perlu dikembangkan adalah etika dalam berkomunikasi saat menggunakan platform digital, khususnya media sosial. Bicara etika juga berarti menyangkut tanggung jawab bahwa apa yang kita lakukan memiliki segala risiko, taat dan sadar pada aturan-aturan yang berlaku baik secara digital atau saat di dunia nyata,” jelas Nyarwi.

Perlu dipahami, etika digital harus diterapkan sebagai konsep dalam berperilaku, etika digital sebagai metode, dan etika digital sebagai panduan moral dalam bersikap dan berperilaku.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article