Minggu, Desember 29, 2024

Jadilah kreator konten yang kreatif dan bermanfaat. Jangan asal bikin prank

Must read

Sebagai TikToker, Sisca Kohl boleh dibilang kreatif. Ia bikin masakan, sekadar nasi goreng. Tapi biar sensasional, dia bikin dengan toping kepiting Jepang yang sekilo harganya jutaan, udang impor juga jutaan, bahkan ditabur suwiran emas yang bisa disantap demi membranding nasi goreng Rp 400 jutanya yang viral tempo hari.

Begitu juga ada Youtuber yang bikin prank, ngerjain ojol atau sumbangan sampah ke orang di jalan. Itu memang kreatif, tapi apakah produk konten media sosial (medsos) yang semacam itu bisa kita sebut positif dan bermanfaat?

“Jelas, bukan begitu mestinya memanfaatkan internet dengan beragam pilihan medsosnya. Mari kita coba menjadi warganet dan manfaatkan media sosial dengan membuat konten yang makin bijak dan bermanfaat buat orang lain,” papar Ibnu Novel Hafids, seorang creative entrepreneur, saat membuka pembahasan dalam webinar Literasi Digital : Indonesia Makin Cakap Digital yang digelar oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, 30 Juni 2021.

Lantas, bagaimana mestinya kita berkarya kreatif di medsos yang bernilai positif buat masyarakat dan warganet lain?

Menurut Ibnu Novel, yang namanya orang berpikir kreatif, mestinya kalau dalam suatu ide, konsep atau tatanan sudah terlihat ada polanya, maka kita berusaha berpikir di luar pola yang sudah ada. Sementara kalau ternyata belum tampak ada polanya, kita malah mencoba menciptakan polanya. Menjadi penggagas, pelopor yang belum dipikir orang, jadilah trendsetter, tapi tetap yang bernilai positif.

“Daripada bikin konten, bikin prank, hadiah sampah ke waria, mengapa tidak mengedukasi bikin prank pengolahan sampah yang unik dan menarik yang belum dipikir orang. Jadi malah ditiru dan membawa budaya sehat dan bersih, serta bisa jadi sumber panghasilan orang banyak. Bukan sekadar cari subscriber atau like saja yang dikejar dalam bikin konten,” pesan Ibnu.

Ibnu Novel antusias melakukan pemaparan dalam diskusi daring  bertema “Menjadi Pengguna Internet yang Aman, Positif dan Kreatif”, dengan dipandu moderator Oony Wahyudi, lantaran pesertanya ratusan dengan beragam profesi dan generasi. Ibnu juga ditemani narasumber lain, yakni: Dewi Bunga (dosen dan pengacara dari UHN Sugriwa Bali), Al Farid (pegiat literasi digital komunitas dari Wonosobo), Rusman Nurjaman (peneliti dari LAN Jakarta) dan Venabella Arrin, mantan Dimas Diajeng Yogyakarta yang tampil sebagai key opinion leader.

Bukan cuma kreativitas yang mesti dikembangkan dalam bermedsos. Menjaga keamanan data pribadi agar kita tidak jadi sasaran kejahatan dan bullying di dunia maya juga penting bagi warganet kita. Dari pengalaman Dewi Bunga, hal itu bisa dicegah dengan menerapkan kebiasaan sederhana dalam keseharian kita.

”Kalau kita habis terima paket belanjaan online, biasanya di kotak atau kardus paket ada nama alamat dan nomor handphone kita kan? Nah, itu data pribadi penting. Jangan buang sembarangan. Biasakan hancurkan kotak paket kita, setidaknya nama data pribadi kita tak bisa diakses orang lagi. Bahaya,” pesan Dewi, serius.

Dewi mewanti-wanti itu karena di Bali dan di banyak kota lain, ia mendengar beberapa laporan kasus semacam ini: “Tiba-tiba suatu hari, tengah malam atau pagi buta, ditelepon seseorang yang mengaku polisi atau pegawai rumah sakit, bilang sedang menangani anak kita yang kecelakaan atau ketangkap razia narkoba dan butuh dana segera untuk operasi. Misal, Rp 20 juta dan mesti ditransfer cepat. Kalau kita panik dan terkecoh, ya duitnya ilang beneran. Padahal semua itu terjadi gegara kecerobohan kita menyebar atau membagi data pribadi ke ruang terbuka,” ujar Dewi.

Yup, lanjut Dewi, kita memang sering salah duga, menganggap diri kita orang biasa, lalu berpikir: siapa yang peduli dengan data orang biasa? “Jangan keliru. Justru kita yang orang biasa, yang banyak diincar. Para penjahat digital kini makin pintar dengan beragam modus yang, kalau kita tidak hati-hati, ya ruginya nyata, bukan bohongan,” cerita Dewi.

Masih soal pentingnya menjaga data pribadi, kata Dewi. Bukan cuma buang data pribadi ke tong sampah yang  mesti diubah jadi hancurkan dulu baru buang. Kebiasaan kita curhat pribadi ke medsos juga mesti kita stop.

”Kalau kita ketemu masalah dalam hidup, mestinya selesaikan tuntas. Bukan diposting, disebarluaskan, sehingga malah bikin terbuka privasi kita, lalu akibatnya cuma nambah beban pikiran. Stres kita. Bohong kalau kita bilang ‘Saya enggak peduli omongan orang’. Banyak kasus di sini atau di luar negeri orang bunuh diri karena bullying, nyinyiran orang di medsos yang super berlebihan. Medsos itu diambil manfaatnya buat bikin hidup kita lebih nyaman dan banyak cuan. Bukan malah sebaliknya,”  tutup Dewi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article