Sopan santun mungkin sudah menjadi sesuatu yang sulit ditemui di ruang digital saat ini. Karena merasa tak bertatap muka secara langsung, antar-pengguna ruang digital, khususnya media sosial, dengan gampang saling hujat, ejek, caci maki dengan berjuta makian. Seolah tak pernah mengenyam bangku sekolah di era digitalisasi yang menciptakan ruang tanpa batas dan tak berjarak ini.
”Banyak pengguna yang terperosok di media sosial hanya karena informasi yang belum terverifikasi kebenarannya, lalu lupa etika dalam bermedia sosial,” ujar Ketua Pengasuh Asosiasi Pesantren Kholilul Rohman saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Sopan dan Beradab di Media Sosial” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (2/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 214 peserta itu, Rohman mengajak pengguna media sosial tak asal ikut-ikutan terperosok aktivitas negatif di media sosial seperti menyebarkan informasi palsu agar tidak terkena masalah hukum. ”Kita harus sadari, perkembangan teknologi juga memicu keingintahuan akan berbagai informasi. Namun kerap kali yang menjadi rujukan informasi itu media sosial yang informasinya seringkali tak jelas kebenarannya,” kata Rohman.
Rohman menuturkan, pengguna perlu memahami jenis-jenis postingan yang seringkali tidak disukai dan diharapkan di media sosial seperti Whats App Group (WAG). ”Misalnya postingan yang ambigu, postingan hal-hal yang meminta instruksi harus segera dilaksanakan, berkomunikasi tapi tidak ditujukan untuk semua orang di grup tersebut, berdebat atau menyalahkan secara terbuka di depan semua orang,” lanjut Rohman.
Rohman mengamati, sejumlah informasi dan konten yang biasanya bikin banjir komentar di sosial media selama ini hanya berputar pada empat tema besar. Yakni, tema-tema konten seputar agama, politik, ekonomi, dan keuangan.
”Padahal di era digital ini tema-tema utama itu seringkali dibuat oleh kreator konten yang menyesuaikan kepentingannya, sehingga bisa jadi dalam menyajikan informasi banyak variasi dan pernak-perniknya untuk memicu emosi audiens,” ujar Rohman.
Agar tak mudah diombang-ambing informasi yang tak jelas sumbernya di media sosial itu, Rohman mengajak pengguna digital memiliki pegangan nilai. ”Pahami jika setiap negara di dunia memiliki dasar negara, sikap hidup, pandangan hidup, serta sumber tata tertib hukum. Dalam suatu negara, jika hidup tanpa dasar dan tujuan maka negara bangsa itu tidak akan mendapatkan kemajuan dan kesejahteraan,” urainya.
Untuk pengguna internet di Indonesia, sambung Rohman, memiliki dasar negara yang jelas yakni Pancasila. Yang komplit dengan lima sila yang menjelaskan tujuan negara Indonesia.
”Pancasila mencakup lima pedoman penting untuk rakyat Indonesia dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga makna setiap sila dalam Pancasila harus dipahami dan diamalkan. Jadilah manusia Pancasilais, yang bisa mengamalkan sila ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan atau kerakyatan, dan keadilan,” bebernya.
Narasumber lain, dosen DKV Universitas Sahid Surakarta Ahmad Khoirul Anwar mengatakan, untuk bertingkah sopan dan beradab di media sosial setidaknya bisa dilakukan melalui langkah sederhana. ”Mulailah dengan selalu cek dan ricek informasi minimal dari dua sumber, sehingga informasi yang kita share benar-benar info yang bisa dipertanggungjawabkan,” kata Khoirul.
Khoirul juga menyarankan agar selalu saring sebelum sharing informasi karena ini penting sebagai bentuk kepedulian pengguna menyaring informasi yang menyesatkan dan menghindari keterlibatan dalam penyebaran informasi bohong atau hoaks.
Webinar yang dipandu Bobby Aulia selaku moderator ini juga menghadirkan narasumber lain: jurnalis Ridlo Susanto, dosen Universitas Sam Ratulangi Leviane Jackelin Hera Lotulung serta Shafinas Nachiar selaku key opinion leader.