Setiap orang bisa menjadi pelaku sekaligus korban cyberbullying atau perundungan yang terjadi di ruang digital. Cyberbullying biasanya terjadi ketika seseorang atau suatu kelompok di ruang digital menemukan pihak di luar dirinya yang dinilai lebih lemah secara latar sosial.
“Cyberbullying bisa menimpa kita dan keluarga kita, dan sebaliknya kita secara tidak sadar bisa saja melakukan cyberbullying,” ujar Irfan Afifi, budayawan dan founder Langgar.co saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Menghadapi Perundungan Anak di Dunia Maya” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Kamis (9/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Irfan menuturkan, bagi para orangtua ketika menemukan cyberbullying terjadi pada anak mereka agar tak bersikap gegabah dan kontra produktif.
“Orangtua lebih bijak berfokus kepada anaknya, jangan justru menanggapi pelaku cyberbullying itu. Bangun lagi kepercayaan diri pada sang anak, kuatkan mentalnya, beri semangat dan motivasi, tunjukkan kepada anak bahwa orangtua ada menemani dan mendampingi mereka agar mandiri,” kata Irfan.
Irfan menyarankan, agar pasca cyberbulliying itu terjadi, orangtua tak lantas hadir sekejap lalu meninggalkan lagi si anak. Sebab, ada anak yang bisa mudah melupakan dan ada pula yang tidak alias terus menerus memikirkan apa yang ia alami.
“Jadi sebaiknya, sementara waktu secara berkala terus pantau anak. Pantau dalam artian kegiatannya di ruang digital, ketahui aktivitas media sosial yang diikuti anak hingga ketahui pula siapa saja teman-teman yang ada di dalamnya dan berinteraksi dengannya,” ujar Irfan.
Menurut Irfan, orangtua perlu juga memberikan pemahaman yang tidak menggurui terkait bahaya dunia maya pada anak. Salah satunya, cyberbullying itu dan cara menghadapinya secara bijaksana.
Pegiat Social Media Communication dari PT Cipta Manusia Indonesia Annisa Choiriya Muftada menuturkan, menghadapi perundungan daring salah satu triknya bisa dilakukan dengan langkah PMRB, yakni: protect (lindungi diri), mute (abaikan jalur pesan asal perundungan), report (laporkan perundungan) dan block (blokir akses si perundung).
“Setiap platform media sosial saat ini sudah dilengkapi pula dengan kanal aduan jika terjadi perundungan,” kata Annisa. Misalnya di Facebook, orangtua dalam mengatasi cyberbullying bisa menuju atau mengakses fitur www.facebook.com/ safety/bullying/parents. Sedangkan jika perundungan terjadi di media sosial instagram, orangtua bisa mengaktifkan fitur restrict untuk mencegah perundungan berulang atau terjadi lagi.
Narasumber berikutnya, Pemred Betanews.id Suwoko mempertanyakan, dengan banyaknya kejadian sebenarnya siapa yang selama ini rentan dan lebih banyak mengalami bullying?
Suwoko lalu merujuk ulasan survei 2020 Femina yang menyebut 36,7 persen dari 2.821 wanita mengalami cyberbullying. Sedangkan dari total 2.842 pria sebanyak 12,7 persennya pernah mengalami cyberbullying. “Respons para korban cukup beragam,” ujar Suwoko. Dari survei itu diketahui sebanyak 50 persen korban meminta pertolongan orangtua, sebanyak 42 persen memilih cuek dan berharap segera berlalu, sebanyak 38 persen meminta bantuan teman dan 17 persen meminta bantuan guru.
Dimoderatori Oony Wahyudi, webinar ini juga menghadirkan narasumber lain yakni Sani Widowati (Princeton Great Year on Side Director Indonesia) dan Reny Risti selaku key opinion leader.