Kamis, November 28, 2024

Bijak dan kreatif jadikan medsos sebagai pilar kekuatan kelima

Must read

Pada masa lalu, sejak abad-18, pers memang tangguh sebagai salah satu pilar demokrasi. Peran pers sebagai kontrol sosial bahkan diakui sebagai kekuatan pilar keempat demokrasi. Namun, sejak ditemukannya internet dan berkembang cepat teknologinya, telah membuat kehidupan abad-21 bergantung pada teknologi digital berbasis internet.

Menurut Mark Zuckerberg, bos Facebook dalam talkshow di sebuah universitas di Amerika Serikat, manusia telah menjadikan dan menempatkan internet sebagai kekuatan yang sangat besar. ”Internet of Things”, segalanya bergantung pada internet, satu kekuatan yang bisa mengubah dunia.

”Dengan kekuatan yang lebih cepat dan lebih besar, internet sudah menjadi kekuatan kelima, fifthy estate, dalam perubahan dunia,” kata Zuckerberg, seperti dikutip Dr. Lintang Ratri Rahmiadji, dosen FISIP Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, saat memantik diskusi dalam Webinar Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, 1 Juli lalu.

Dengan kemajuan teknologi internet, lanjut Lintang, manusia bisa menjadi prosumer yang – dalam kaitan informasi – bisa menjadi produsen, penyebar sekaligus pengguna. ”Ini yang membutuhkan kecakapan digital, butuh skill lebih terampil. Karena kalau tidak bijak dan hati-hati, kita justru hanya akan dituding sebagai produsen dan penyebar hoaks atau konten prank yang merugikan lingkungan sosial kita,” ujar Lintang.   

Apalagi kalau kita tidak terbiasa cek dan saring informasi sebelum sharing, hal itu akan menjadikan fungsi internet sebagai agent of change kontraproduktif. ”Karena itu, kalau melihat begitu besar peran internet sebagai kekuatan atau pilar kelima demokrasi, kita harus bisa menjaganya. Kuncinya adalah dengan bijak bermedia sosial,” jelas Lintang dalam webinar bertajuk ”Dua Sisi Koin Perubahan Sosial Dalam Transformasi Digital”, yang diikuti ratusan peserta secara daring.

Kalau cerdas dan terampil, bahkan oleh anak yang masih berumur 9 tahun pun internet bisa membawa perubahan penting. Lintang lalu berkisah tentang Martha Payne, siswa sekolah dasar di Skotlandia. Suatu hari pada 2012, ia menulis dalam diary di blok pribadinya: Never Seconds. Martha awalnya cuma menulis pengalaman makan siangnya di sekolah selama dua puluh hari. Tetapi dia menceritakannya dengan detail. Misal, potongan lauknya kecil, sausnya enggak enak, atau rasanya keasinan, over salt, dan seterusnya

”Tapi ternyata, blog-nya dibaca oleh 8,8 juta orang. Dan itu membuka kekhawatiran banyak orangtua soal manajemen makan anak di sekolah, yang kemudian membawa perbaikan dan berdampak di semua sekolah di Skotlandia,” cerita Lintang, lebih jauh. 

Lintang tak sendirian mengurai diskusi menarik hari itu. Dipandu moderator Boby Aulia, ada tiga pembicara lain yang tak kalah menarik: Novitasari, dosen Universitas Tidar (Untid) Magelang, tampil bersama koleganya Dr. Syukron Mazid, juga dari Untid Magelang, lalu Ahmad Alfian Pranowo, fasilitator digital safety dari Kaizen Room, serta Rini Wulandari, juara Indonesian Idol 2007 yang tampil sebagai key opinion leader.

Pentingnya menjaga perilaku warganet di medsos bukan cuma karena pernah berdampak penilaian negatif, seperti muncul dari hasil survei Microsoft yang menempatkan warganet kita dengan citra buruk. Tidak sopan. Tapi ketika perilaku warganet kita positif, juga menuai penilaian positif seperti dilabelkan Lembaga Expert Insider yang menilai keramahan orang Indonesia.

Menurut Novitasari, Indonesia yang semula ranking 50 menjadi ranking 29, atau naik 21 poin sedunia. Itu yang membuat Indonesia semakin direkomendasikan sebagai negara tujuan wisata yang disarankan, karena orang Indonesia dinilai ramah. Padahal, kata Novitasari mengutip idntimes.com, yang membuat orang Indonesia ramah pada turis asing umumnya juga karena banyak orang kita yang menganggap turis ganteng dan cantik, kayak bintang fim Barat.

”Mereka kagum, lalu bersikap ramah. Bahkan, ada yang karena pengin punya pacar orang asing, mereka melakukan PDKT dengan ramah, baik di dunia nyata maupun saat chat di medsos. Tapi dengan begitu, terlepas dari pesona dan daya tarik wisata Indonesia, sikap para warganet jadi dinilai ramah dan sopan di mata turis dan wisatawan asing,” ujar Novitasari, sembari tersenyum.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article