Promosi kebudayaan daerah di era teknologi yang semakin pesat berkembang saat ini sangat penting. Warganet pun bisa menjadi duta budaya dalam dunia digital.
Dosen Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Frans Djalong mengatakan dengan mempromosikan budaya daerah maka Indonesia tidak menjadi konsumen monopoli industri budaya tertentu tetapi menjadi produsen dan distributor budaya sendiri.
“Salah satu promosinya adalah dari sektor pariwisata yang menguntungkan semua segmen masyarakat,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema ”Promosi Budaya Indonesia Melalui Media Digital” yang digelar Kementerian Kominfo bersama Debindo bagi warga Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa (28/9/2021).
Menurut Frans, dengan perkembangan teknologi, arena diplomasi kebudayaan bisa dilakukan di domain digital. “Promosi kebudayaan daerah itu penting karena untuk penguatan budaya nasional dan integrasi nasional,” ujarnya.
Frans mengatakan promosi kebudayaan daerah itu dapat berbentuk potensi pariwisata alam yang belum diperkenalkan ke publik. Kemudian juga bisa promosi potensi budaya yang belum diperkenalkan ke publik.
Adapun untuk tantangan dan peluang dalam promosi budaya ini, menurut Frans yakni monopoli bisnis pariwisata budaya.
Frans menjelaskan industri pariwisata berkembang pesat menjadi monopoli kekuatan ekonomi atau kelompok kepentingan tertentu di tingkat nasional dan di daerah. “Monopoli terjadi karena belum berkembang model promosi alternatif terhadap potensi budaya yang belum tergarap sebagai kekuatan atau daya tarik pariwisata,” kata dia.
Tantangan selanjutnya yakni kemampuan bahasa Inggris yang menjadi salah satu prasyarat promosi budaya ke ruang digital global. “Agenda promosi potensi pariwisata alternatif membutuhkan kecakapan bahasa Inggris untuk interaksi dan promosi. Baik itu membuat narasi, framing dan branding melalui bahasa Inggris menjadi sangat penting,” katanya.
Frans mengatakan untuk menjawab tantangan tersebut bisa dilakukan dengan pendidikan kebudayaan daerah di sekolah yang harus ditopang melalui pembelajaran digital. Lalu juga diperbanyak konten budaya lain.
“Hasilkan anak didik yang punya wawasan budaya sendiri dan budaya lain serta interaksi antar budaya sepanjang sejarah untuk mencegah fanatisme budaya dan rasisme tak berdasar fakta sosiologis dan fakta sejarah,” ujarnya.
Kemudian juga bisa memanfaatkan komunitas netizen menjadi duta daerah dan nasional dalam mempromosikan kebudayaan melalui berbagai paltform digital. “Dorong netizen generasi muda dan terpelajar untuk memanfaatkan platform digital untuk promosi budaya daerah dan potensi budaya daerah yang belum diperkenalkan ke ruang public,” ucapnya.
Narasumber lainnya, Director Marcomm Perguruan Islam Al-Azhar Pondok Labu, Alfarisi Arifin mengatakan tantangan Indonesia dalam upaya mengenalkan budaya, ada berbagai hal. Di antaranya yakni orang Indonesia yang jago di kendang dalam hal branding dan marketing.
“Orang Indonesua tidak memiliki mental penjajah tapi suka dijajah. Selain itu juga kurang bisa beradaptasi untuk bersaing secara internasional dan cepat puas dengan hasil yang didapatkan,” ucapnya.
Dipandu moderator Yesica, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Madha Soentoro (Etnomusikolog & Pemerhati Industri Musik Digital), Fahrudin (Plt Kasi Kelembagaan Bidang Dikmad Kanwil Kemenag Provinsi DIY), dan Musisik Ronald Silitonga, selaku key opinion leader.