Kamis, Desember 19, 2024

Awas jadi korban kejahatan siber karena kelengahan ini

Must read

Sebagian masyarakat di Indonesia pernah menjadi sasaran aksi penipuan melalui sms dan telepon bermodus anak kecelakaan. Dalam aksi ini, modus komplotan penipu itu biasanya akan menghubungi orangtua murid dan memberitahukan bahwa anak korban mengalami kecelakaan, kemudian mengarahkan orangtua itu mentransfer biaya untuk operasi.

“Kejahatan penipuan berupa scam anak kecelakaan lalu orangtua diminta transfer uang ini menjadi salah satu modus yang sempat banyak memakan korban,” kata dosen UIN Surakarta Abd. Halim saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Menjadi Pejuang Anti Kabar Bohong” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (13/8/2021).

Halim mengungkapkan, para scammer atau penipuan scam itu, seringkali beraksi memanfaatkan simpati dan kelengahan pengguna melalui telepon, sms, whatsapp, hingga email.

Scammer ini dapat beraksi karena terkait dengan rangkaian kejahatan awalan. Yakni, mencuri data pribadi pengguna yang dilakukan dengan berbagai modus. “Pencurian data ini terjadi dengan berbagai cara dengan memanfaatkan dokumen-dokumen penting, termasuk yang tersimpan di internet,” tegas Halim.

Adapun kasus yang terungkap di tanah air, pencurian data untuk aksi scam itu terjadi dengan cara di luar peretasan data. Misalnya sebelum menghubungi target, pelaku terlebih dahulu menghubungi dan menipu pihak sekolah untuk mencari data murid yang akan menjadi sasaran penipuan. Setelah data didapat, termasuk mendapatkan nomor telepon orangtua murid, si penipu tersebut akan menyamar, berpura-pura sebagai perwakilan Dinas Pendidikan.

Halim mengatakan, kejahatan siber bermuara salah satunya akibat rentannya proteksi data pribadi, baik karena lemahnya sistem perangkat maupun dari sisi kelengahan sumber daya manusia. “Satu cara yang bisa diperkuat untuk melindungi data pribadi adalah dengan kata sandi yang sulit dan berkala menggantinya, serta menggunakan kata sandi berbeda di tiap akun media sosial agar ketika salah satu akun diretas yang lain tidak mudah dibobol juga,” kata dia.

Halim kemudian menyarankan pengguna untuk menghindari menampilkan informasi pribadi di media sosial sebagai antisipasi penyalahgunaan data oleh pihak asing. “Penting juga cermati alamat URL di email dan seleksi situs yang dikunjungi agar tidak terjebak situs palsu yang bisa mencuri data pribadi kita setiap saat mengaksesnya,” tegas Halim. 

Hal yang sering dilupakan, adalah soal izin akses yang diminta aplikasi saat pengguna memasang aplikasi baru. “Lebih baik menolak izin akses itu demi menghindari akses data yang tidak dibutuhkan dalam aplikasi tersebut,” katanya.

Soal pengaturan privasi di akun sosial media, Halim menyarankan pengguna menentukan siapa saja yang dapat mengakses profil dan postingan mereka melalui fitur seleksi. “Namun tetap hati-hati dan jangan sembarangan membagikan informasi pribadi saat menggunakan koneksi jaringan publik karena rawan diretas,” tambahnya.

Halim membeberkan perlindungan data pribadi perlu pula diterapkan saat pengguna melakukan transaksi online, ketika hendak berbelanja sesuatu barang. 

Para peretas data, lanjut Halim, seringkali menggunakan berbagai upaya guna mencuri data pribadi dan kemudian mengakses akun pengguna dengan menciptakan alarm manipulatif atau palsu untuk menakut-takuti, meniru data seperti nama atau pun gambar.

Sementara itu, narasumber lain dalam webinar itu, Kepala MAN Salatiga Handono mengatakan, era kemajuan digital ini semestinya tidak digunakan untuk kian melancarkan aksi-aksi tak terpuji yang merugikan orang lain.

“Kita perlu satu budaya digital untuk penguatan karakter hidup sebagai bangsa manusia yang modern yang dapat memilah mana tindakan baik dan buruk,” kata Handono.

Handono melanjutkan, arus informasi yang datang sangat cepat dan silih berganti bisa mempengaruhi pola pikir dan perilaku penggunanya. “Salah satu tantangan masyarakat era ini adalah kemampuannya untuk mencerna informasi yang diterimanya, yang baik diikuti yang buruk dihindari,” tegas Handono.

Webinar yang dimoderatori Rara Tanjung ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni Ardiansyah (IT Consultant) dan H.M. Nurkholis, (Kasi Kelembagaan Kementerian Agama Jateng) serta Ario Lyla selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article