Pekalongan – Keberadaan media online mempermudah belajar apa pun termasuk belajar agama. Dunia virtual dengan sejumlah aktivitasnya, pada titik tertentu dianggap dapat menggantikan dunia nyata sehingga makna substansial ajaran agama mengalami ancaman serius. Kendati demikian, semua fenomena ini tetap dapat dipandang sebagai ‘kegairahan baru’ bagi agama pada masa depan.
“Internet hanya pembelajaran kognitif. Pembelajaran perilaku tidak bisa dilakukan dengan internet. Belajar agama secara online memang sumbernya banyak tetapi tetap perlu dipandu oleh guru yang baik dan otoritatif,” ungkap Amhal Kaefahmi, Pengawas Madrasah Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (21/7/2021).
Pada webinar bertema ”Moderasi dan Penanaman Nilai-nilai Keagamaan Melalui Online” itu, Amhal menjelaskan belajar agama secara online ada positif dan negatifnya. Positifnya adalah tersedia banyak variasi literatur akademik. Bentuknya bisa berupa video ceramah, esai, blog dan lain-lain.
Negatifnya, tidak semua sumber dan konten tersebut authoritative. ”Tidak semua konten sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan agama,” jelasnya.
Belajar agama perlu mengedepankan prinsip-prinsip Islam Wasatiyah yang sangat erat korelasinya dengan komitmen kebangsaan, NKRI, Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika maupun penghargaan terhadap nilai-nilai lokal seperti toleransi dan anti-kekerasan.
Dengan begitu akan terbentuk cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum. Selain itu, juga berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Narasumber lainnya, Kepala MAN 4 Kebumen, Muhammad Siswanto, antara lain mengupas tentang makna moderasi, dalam Bahasa Arab disebut wasath atau wasathiyah, yang berarti tengah-tengah.
Siswanto yang pernah meraih Juara 1 Kepala Madrasah Berprestasi Jawa Tengah ini menyebutkan kata wasath mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa disebut waasith.
Dipandu moderator Nadia Intan, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber Isharsono (Praktisi Digital Marketing, Founder Istar Digital Marketing Center), Mustolih (Ketua Umum Majelis Kridatama UMNU Kebumen), dan Rosaliana Intan Pitaloka (Duta Bahasa Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018) selaku key opinion leader. (*)