SUKOHARJO – Jawa Tengah merupakan provinsi yang majemuk, beragam dan toleran. Warganya memiliki falsafah tepa selira (saling menghargai), lembah manah dan andhap asor (rendah hati) serta senantiasa mengedepankan gotong royong dan kekeluargaan.
“Jawa Tengah juga merupakan provinsi yang menjunjung tinggi toleransi dan keberagaman,” ujar Kepala MAN Salatiga, Handono, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (21/7/2021).
Pada webinar bertema Membangun Toleransi Beragama Melalui Media Sosial itu, Handono yang pernah meraih Juara 2 Kepala Madrasah Berprestasi Jawa Tengah 2019 ini menyatakan pentingnya potensi tersebut diketahui oleh generasi milenial.
Fakta, generasi milenial sangat berperan penting dalam penanaman rasa toleransi beragama di media sosial. Artinya, mereka harus mempunyai jangkauan luas tentang wawasan keagamaan yang inklusif, akan tetapi pada waktu yang sama juga harus memiliki kekuatan akidah yang stabil.
“Di sinilah penerapan nilai-nilai toleransi beragama perlu ditanamkan. Sekolah, keluarga dan masyarakat berperan penting dalam penanaman toleransi beragama,” ungkapnya.
Generasi milenial juga harus bersikap dan berperilaku yang tidak bertentangan dengan toleransi. Misalnya, selalu mencari informasi yang benar sebelum menyebarluaskan.
Melalui media sosial, mereka bisa mengangkat praktik-praktik toleransi di masyarakat yang sudah berlangsung turun temurun dalam kurun waktu sangat lama dan bertahan hingga sekarang.
Dia mencontohkan antara lain toleransi di Purworejo, Surakarta, Wonosobo, Karanganyar dan Rembang.
Bertoleransi melalui media sosial dapat dilakukan, misalnya, dengan membentuk grup chatt atau akun baru yang mengakomodasi berbagai golongan/kelompok agama maupun etnis dalam satu wadah dan tujuan yang sama.
Atau, memberi pemahaman kepada masyarakat melalui forum-forum dialog di sosial media, untuk senantiasa berhati-hati memahami konten-konten media sosial utamanya yang berbau agama dan kadang berkesan adu domba.
Narasumber lainnya, Peneliti/Anthropolog, M Nur Arifin, berharap generasi milenial perlu kehati-hati saat menggunakan media sosial, supaya tidak terjebak dalam isu-isu yang sensitif.
Faktanya sampai hari ini masih banyak konten negatif bermunculan berupa hoaks, perundungan, ujaran kebencian, isu SARA, radikalisme digital maupun penipuan online.
Dipandu moderator Harry Perdana, webinar juga menghadirkan narasumber Endi Haryono (Dosen Hubungan Internasional dan Dekan Fakultas Humaniora President University), Akhmad Firmannamal (Praktisi Kehumasan Kementerian Sekretariat Negara RI), dan Gloria Vincentia (Juara 3 Putri Batik Nusantara 2018) selaku key opinion leader. (*)