Era digital memberikan banyak ruang bagi penggunanya untuk menulis apa pun, kapan pun, dan di mana pun. Cuma, ada sebagian orang menganggap aktivitas menulis itu mudah, sementara ada sebagian lain menganggap sangat sulit karena menulis itu mesti mengeluarkan ide di dalam pikiran lalu merangkainya dalam kata-kalimat.
Editor suyanto.id Sabjan Badio mengatakan, satu hal yang dibutuhkan dalam menulis adalah kepekaan atau sensitivitas dengan cara membangun rutinitas.
“Seperti halnya orang yang akrab dengan video, ketika dia dipantik, ide yang akan muncul adalah membuat video. Agar muncul ide tulisan, maka kita perlu mengakrabi tulisan dengan rajin membaca,” kata Sabjan saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Peningkatan Menulis Guru dan Siswa di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, Kamis (12/8/2021).
Sabjan menguraikan, menulis merupakan alat yang penting dalam pembelajaran. Guru yang mengajar di sekolah merupakan dasar dari kemampuan menulis tersebut dengan memperkenalkan huruf, kata-kata, bahkan kalimat kepada siswa yang kemudian diharapkan dapat dikembangkan lagi.
“Untuk bisa menulis, pertama kita butuh data. Data ini penting karena kita tak mungkin mengetahui berbagai informasi di luar sana. Misalnya kita akan menulis seorang juara Olimpiade, maka kita perlu tahu datanya, bagaimana ia berlatih, apa kesulitannya dan sebagainya,” urai Sabjan.
Data bahan tulisan itu, lanjutnya, bisa didapatkan dengan tiga cara. Pertama, dari bahan bacaan semisal buku, koran, majalah, jurnal ilmiah, laporan lembaga, surat edaran yang belakangan banyak tersedia dalam bentuk digital.
Kedua, data itu bisa diperoleh dari hasil wawancara. Baik bertemu langsung atau melalui bantuan alat seperti telepon, media sosial, aplikasi percakapan yang di masa pandemi Covid-19 ini kian termanfaatkan untuk menghindari penularan virus dari tatap muka.
“Misalkan ketika mencari data kasus perkembangan data Covid-19, tak perlu mendatangi langsung sumbernya di rumah sakit, namun bisa melalui telepon sumber yang kredibel,” jelas Sabjan.
Ketiga, masih kata Sabjan, data itu bisa diperoleh dengan cara observasi. Maksudnya dengan kemajuan teknologi saat ini memudahkan orang melakukan penggalian data lewat observasi secara daring. Misal, memanfaatkan Google Maps untuk observasi pantai.
Dalam menulis, Sabjan menyarankan, meski ide bebas namun sudut pandangnya harus dikuasai. Jangan terpaku pada judul, kalimat pertama, paragraf pertama. Melainkan mulai dari yang bisa dimulai.
“Sebisa mungkin mulai dari gagasan sendiri. Gunakan referensi sebagai pendukung, jika memungkinkan kutip gagasannya saja, bukan teksnya dan jangan sampai tulisan yang dihasilkan hanya semacam puzzle,” tegas Sabjan.
Sabjan lalu menguraikan pentingnya menambahkan infografik atau gambar pada tulisan, sehingga ada ilustrasi untuk menambah pemahaman pembaca.
“Kemajuan teknologi memungkinkan kita belajar dengan lebih mudah dari tulisan-tulisan sejenis. Kita perlu browsing untuk belajar dari tulisan terdahulu,” tuturnya. Sabjan menyarankan, dalam satu tulisan perlu pembagian-pembagian agar memudahkan pembaca.
Tulisan yang sudah jadi bisa dikirimkan ke media sosial, website organisasi, blog pribadi, website sekolah, website profesional, atau ke media massa.
Sementara itu, narasumber lain dalam webinar, dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr. Anis Mashduqi mengatakan, terkait penulisan digital untuk tahap lanjutan di sekolah, guru perlu mengarahkan siswanya agar menulis untuk kepentingan publik.
“Guru perlu mendorong keaktifan digital siswa, dalam ruang-ruang komentar atau retorika sosial. Selain itu guru juga bisa membantu melatih ketajaman literasi dan informasi siswa,” jelas Anis.
Webinar yang dipandu moderator Rara Tanjung ini juga menghadirkan narasumber lain yakni dosen Universitas Sahid Surakarta Farid Fitriyadi, Koordinator Pengawas SMA Sudarmadi, serta Shafinaz Nachiar selaku key opinion leader. (*)