Anggota Komisi Kajian Ketenagakerjaan MPR RI Nuzran Joher menyatakan, salah satu pilar demokrasi yakni adanya kebebasan yang disertai tanggung jawab. Nuzran menegaskan, dalam negara demokrasi seperti yang dianut Indonesia, kebebasan itu tidak pernah mutlak melainkan ada batas-batas sehingga orang tidak akan semaunya sendiri.
Dengan kata lain, ujar Nuzran, kebebasan selalu satu paket dengan tanggung jawab. Kebebasan dalam dunia digital tak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pula, maka prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku di dunia maya berlaku pula di dunia digital.
“Demokrasi adalah sistem yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Artinya walau ada kebebasan di situ, juga harus menghormati kebebasan dan hak rakyat lainnya, termasuk di ruang digital,” tegas Nuzran saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Dampak Positif Bermedia Sosial” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (12/8/2021).
Nuzran pun membeberkan salah satu nilai utama demokrasi di era digital ini agar berjalan sebagaimana mestinya, tak lain menumbuhkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting, karena bangsa Indonesia majemuk, beranekaragam suku, budaya, agama, ras, etnis yang kesemuanya memiliki hak hidup, hak asasi.
“Toleransi berarti sikap saling menghormati dan menghargai antar kelompok, antar individu, dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya,” ujar Nuzran.
Nuzran menyatakan, media sosial dan platform media digital lain mestinya menjadi sarana meningkatkan demokrasi dan toleransi itu.
“Caranya bagaimana? Jadikan medsos panggung bagi pengguna, warga negara menyampaikan opini dan pendapatnya,” kata Nuzran. Masyarakat, lanjutnya, dapat bebas menuangkan kritik, saran, pendapat, ide konstruktif melalui medsos atas kebijakan yang diambil pemerintah.
“Pahami bila medsos memberi kekuatan bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi secara langsung. Medsos juga bisa dipakai sebagai sarana politik praktis meraih simpati masyarakat saat berkampanye di dunia online,” tutur Nuzran.
Bahkan kini, medsos kian populer digunakan pemerintah dan berbagai institusi untuk menyampaikan informasi sekaligus berkomunikasi dengan masyarakat.
Nuzran pun mengingatkan, fungsi medsos akan berjalan sebagaimana fungsinya jika setiap warga harus berkomitmen untuk menjaga agar demokrasi dan toleransi itu tetap hidup di Indonesia secara berimbang.
Jangan sampai, hanya karena kepentingan sesaat, demokrasi dijadikan alat untuk kepentingan dan dibajak segelintir orang yang tidak bertanggung jawab.
“Sebagai bangsa yang majemuk berlandaskan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, di dunia nyata dan digital kita harus tunjukkan demokrasi yang dianut adalah demokrasi yang menjunjung tinggi keanekaragaman. Tunjukkan Indonesia bangsa yang penuh toleransi yang menghargai dan menghormati perbedaan,” beber Nuzran.
Narasumber lain dalam webinar itu, Pengawas Madrasah Kemenag Kota Semarang, Amhal Kaefahmi, mengungkapkan, kebebasan di era digital ini perlu dilandasi etika bermedia digital, sehingga tujuannya tercapai.
“Salah satu bagian dari etika digital ini yakni tanggung jawab. Jadi pengguna digital dengan kebebasannya, perlu bertanggung jawab atas segala perilakunya, sehingga berpikir apakah dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu tindakan dalam ruang digital,” kata Amhal.
Amhal mengatakan, luasnya akses memanfaatkan media digital baik platform media sosial, memungkinkan pengguna bebas mengekspresikan apa pun ide, aspirasi dan kritiknya. Seluruhnya harus disertai tanggung jawab.
“Jadi bertanggung jawab artinya kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya, agar lebih berhati-hati memanfaatkan kebebasan di era digital ini,” tegas Amhal.
Webinar yang dipandu Harry Perdana selaku moderator ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni pegiat literasi media Heru Prasetia, Ahmad Wahyu Sudrajad (dosen UNU Yogyakarta), serta Anggi Nugroho selaku key opinion leader. (*)