Rabu, Desember 25, 2024

Membuat konten positif dan beretika di ruang belajar daring

Must read

Menghadapi pola pembelajaran daring, dibutuhkan kecakapan untuk bisa memanfaatkan fitur-fitur teknologi guna menambah referensi dan wawasan ilmu pengetahuan. Itulah topik yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis (26/8/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan nasional literasi digital yang diusung Presiden Joko Widodo untuk meningkatkan kecakapan digital masyarakat dalam mengarungi transformasi digital.

Diskusi virtual siang ini dipandu oleh entertainer Rara Tanjung, diisi empat narasumber: Pradhikna Yunik Nurhayati (perwakilan IAPA), Selfi Budi Helpiastuti (dosen Universitas Jember), Ja’far Assegaf (dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta), dan Khomsun Nur Arif (penyuluh agama Islam). Selain itu, hadir pula Mohwid, seorang akademisi, yang berperan sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dari sudut pandang empat pilar literasi digital: digital culture, digital skills, digital ethics, dan digital safety.

Dalam paparannya, Pradhikna Yunik Nurhayati menyampaikan, dunia digital telah menjadi bagian dari kehidupan kita saat ini. Dunia digital bersifat global yang tanpa batas, bebas, dan nyaris tanpa kontrol. Di dalamnya terdapat berbagai keragaman pengguna internet, namun hal ini justru berpotensi menimbulkan persoalan etika, karena standar yang berbeda. Maka, penting bagi pengguna teknologi digital untuk membentuk etika ketika memasuki ruang digital.

”Ketika berdigital patut dilandasi etika, dengan niat, sikap dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Membangun etika di dunia digital dengan empat hal, yakni kesadaran bahwa di ruang digital yang dihadapi adalah sesama manusia. Ini mengingatkan kita agar dalam beraktivitas digital tidak melakukan hal negatif, karena apa yang kita lakukan akan menjadi jejak digital. Integritas, menjaga kejujuran. Selain itu, dari sisi pendidikan, harus mengedepankan kejujuran ketika mencuplik atau mengutip buku dengan mencantumkan sumber atau sitasi. Bertanggung jawab, bahwa yang kita lakukan selalu punya konsekuensi,” jelas  Pradhikna Yunik Nurhayati.

Hal yang perlu dipahami dalam pembelajaran daring adalah memahami setiap pembelajaran selalu ada konteksnya. Ada perbedaan yang bisa kita temukan, sehingga dalam menyampaikan informasi tidak langsung diterapkan. Melainkan butuh kroscek dan pilah-pilih sumber belajar. Maka,  dibutuhkan kehati-hatian dalam menggunakan informasi. Terakhir adalah berpikir kritis dan analitis dalam memproses informasi.

Pradhikna juga menjelaskan, dalam pembelajaran secara daring juga ada etika yang perlu diterapkan. Karena menggunakan ruang kelas virtual, maka peserta didik harus menggunakan nama asli, hadir tepat waktu sebagai bentuk respek kepada guru, dan supaya tidak ketinggalan materi.

”Selama kelas berlangsung harus menggunakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi, hal ini menjadi dasar dalam interaksi. Bijak menggunakan kolom chat dengan patut dan benar. Menyalakan kamera agar pembelajaran dapat berlangsung secara interaktif, dan memaksimalkan proses pembelajaran dengan mempersiapkan diri untuk menerima materi,” tutupnya.

Sementara itu, Ja’far Assegaf menambahkan dari sisi kecakapan digital, lebih khususnya tentang konten atau materi pembelajaran daring. Ia mengatakan, di era digital pembelajaran daring tidak hanya menuntut kecakapan teknis dalam menciptakan konten tetapi mampu memberikan konten yang kreatif, berfaedah dan menghindari dari konten negatif sehingga layak ditampilkan kepada peserta didik.

”Aneka konten kreatif yang dimasukkan dalam kecakapan digital di antaranya adalah membuat konten yang mengarah pada penguatan iman masing-masing pemeluk agama, mencari titik persamaan dalam dialog atau diskusi. Kemudian pada aspek sosial itu membuat konten yang mengarahkan orang lain untuk ikut peduli sosial dan membangun iklim persaudaraan. Serta dalam hal pendidikan, yakni membuat postingan berisi pendidikan dari bidang apa saja. Misalnya, media sosial menjadi sarana mendidik diri dalam bersikap di depan publik, cakap berbicara berdasarkan konteks, tidak mengundang kemarahan dan bersama-sama melihat persoalan dari aspek positif,” jelas Ja’far Assegaf kepada 800-an peserta webinar.

Penting diperhatikan dalam proses pembelajaran adalah menghindari konten negatif, yakni menghindari apa saja yang mengandung sesuatu yang menimbulkan keburukan, bahaya, perpecahan, instabilitas dan sebagainya. ”Menghindari menyebarkan hoaks atau informasi yang belum tentu atau tidak jelas yang dapat menimbulkan fitnah. Tidak membuat konten dengan nada ujaran kebencian, hal ini biasanya disebabkan oleh hoaks dan framing. Juga, tidak menyebarkan konten berbau radikal,” tandas Ja’far.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article