Rabu, Desember 25, 2024

Millienial mainkan peran transformasi digital

Must read

Temanggung – Istilah milenial dipopulerkan pertama kali oleh dua sejarawan Amerika, William Strauss dan Neil Howe. Istilah ini dipakai sebagai penanda generasi berdasarkan tipe tahun kelahiran. Ciri generasi itu setidaknya ditandai tiga hal yaitu kreatif, punya rasa percaya diri (confidence) dan terhubung jaringan satu sama lain (connected).

Merespons keberadaan generasi yang sering disebut sebagai pencetus awal (trendsetter) tranformasi digital bahkan ikut memainkan peran, Direktur Afada Temanggung, Ahmad Luthfi, menyatakan mereka perlu dibekali dengan berbagai kompetensi.

“Mereka sangat aktif di sosial media. Tangan dan jempol mereka secepat kilat men-share berbagai status yang kadang kala mereka sendiri belum paham isinya 100 persen,” ujarnya saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Senin (19/7/2021).

Itulah kelompok millennial yang masuk kategori Allay-Millenial. Dari beberapa kajian serta literatur memang terdapat beberapa pengelompakan. Ada sebutan Anti-Millenial, secara fisik umumnya disebut milenial tetapi perilaku dan karakternya lebih cocok masuk generasi sebelum milenial.

Kemudian, Nerd-Millenial yaitu milenial yang hidup dalam dunia sendiri dengan ciri-ciri kreatif dan independen tetapi kurang gaul dan cenderung “semau gue”. Konsumsi internet mereka relatif rendah. Ada lagi True-Millenial. Inilah milenial trendsetter. Gadgetnya komplet tidak pernah bisa lepas dari koneksi internet bahkan cenderung kecanduan internet.

Sedangkan kelompok Mass-Millenial secara umum adalah follower yang baik, ditandai konsumsi internetnya menengah dan kebanyakan aktif di internet berdasarkan ketertarikan personal.

Merujuk tema webinar kali ini ”Milenial Sebagai Trendsetter Transformasi Digital”, Ahmad Luthfi sepakat mereka perlu memperoleh sentuhan kompetensi, minimal untuk mengawal proses transformasi digital itu sendiri, meliputi kompetensi budaya digital, etika digital, kecakapan digital dan keamanan digital.

Langkah ini diperlukan supaya mereka tidak hanya berhenti sebagai konsumen teknologi melainkan memiliki kemampuan mengolah dan memproduksi segala peluang sebagai sarana meningkatkan kesejahteraan.

Narasumber lainnya, Pengamat Kebijakan Publik Digital, Razi Akbar Sabardi menyatakan, dilihat dari perspektif sosial, budaya, politik dan hukum telah terjadi pergeseran. Generasi milenial dan pasca-milenial memiliki cara hidup yang sangat lekat dengan teknologi digital termasuk budaya belanja online dan komunikasi via media sosial.

Razi setuju generasi milenial perlu memperoleh pemberdayaan, antara lain melalui literasi dan kompetensi digital, dengan harapan mereka menjadi masyarakat yang pintar, memahami dengan bijak penggunaan internet of things, big data dan semua tentang kehidupan digital.

Dipandu moderator Bobby Aulia, webinar juga menghadirkan nasumber Freesca  Syafitri (Tenaga Ahli DPR RI/Dosen UPN Veteran Jakarta), Ahmad Muhlisin (Redaktur Betanews.id) dan Adinda Daffy (TV Presenter dan Content Creator) selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article