Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Demak Ahmad Muhtadi mengatakan, masifnya penyebaran radikalisme dengan memanfaatkan kemajuan teknologi khususnya melalui media sosial yang dikenal mudah sebagai sarana memproduksi sekaligus menyebarkan konten mesti diantisipasi sejak dini.
“Radikalisme ini perlu diwaspadai karena mengutamakan jalan kekerasan untuk perubahan sistem sosial politik,” kata Muhtadi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Antisipasi Radikalisme Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Senin (16/8/2021).
Muhtadi pun menyarankan pengguna ruang digital perlu menghadapi benih-benih radikalisme di ruang media sosial dengan cara mengenali ciri-cirinya. Adapun ciri-ciri radikalisme, merujuk pada apa yang pernah diungkap cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir dan kini tinggal di negara Qatar dalam bukunya Islam Radikal Analisis Terhadap Radikalisme dalam Berislam dan Upaya Pemecahannya.
“Satu ciri khas kelompok radikal ini adalah mereka hanya mengklaim kebenaran tunggal, mereka menganggap dirinya satu-satunya utusan Tuhan jadi tidak bisa menerima kebenaran atau pendapat orang lain,” kata Muhtadi.
Selain itu, lanjut Muhtadi, kelompok radikal ini juga mengutamakan ibadah secara penampilan dan jihadis. Contohnya dalam urusan pakaian juga penampilan fisik lainnya serta memiliki sikap berlebihan dalam beragama, bahkan muncul ketidaksesuaian antara akidah dengan perilaku. Termasuk semangat siap berjihad namun dengan menempuh kekerasan.
Muhtadi mengatakan kelompok radikal ini juga akan tertutup dengan masyarakat serta apolitik atau apatis terhadap politik, tidak akan menggunakan hak pilihnya karena menilai sistem demokrasi bertentangan dengan keyakinan mereka.
“Gerakan radikalisme juga sering berseberangan dengan masyarakat luas termasuk pemerintah,” kata Muhtadi.
Namun di antara semua ciri itu yang juga paling nampak dari kaum radikal adalah mereka akan mudah mengkafirkan orang lain jika berbeda pendapat. Kelompok radikal ini hanya mau menerima mereka yang mempercayai pendapat mereka.
Dalam era digital ini upaya kelompok radikal mengemukakan pandanganya, mempengaruhi orang lain, dan menciptakan kecemasan seolah terdukung perkembangannya lewat media sosial oleh para pelakunya karena media sosial memiliki kecepatan jaringan dan memfasilitasi sumber anonim.
“Perlu upaya antisipasi seperti dengan kontra narasi yang kreatif dan cerdas, seperti memperbanyak konten positif untuk melawan konten negatif itu dalam membangun kesadaran publik akan pentingnya toleransi, menghargai hak satu sama lain,” tegas Muhtadi.
Lebih jauh, Muhtadi mengatakan, kerja keras melawan radikalisme ini
juga gerakan jangka panjang yang bisa dilakukan dengan memperkuat empat pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Semua pihak musti bekerjasama melakukan penguatan empat pilar itu di semua aspek kehidupan masyarakat,” kata dia.
Narasumber lain dalam webinar itu, IT Consultant Ardiansyah mengatakan jagad digital bak rimba belantara yang musti diwaspadai agar tak terjebak dengan informasi-informasi menyesatkan termasuk di dalamnya konten radikalisme.
“Perlu upaya preventif dari kita sendiri untuk mewaspadai informasi-informasi yang kita terima dari ruang digital itu agar tidak terjebak,” kata Ardiyansyah.
Ardiyansyah membeberkan langkah preventif itu misalnya mencari informasi hanya dari sumber sumber terpercaya dan media yang kredibel. Cek nama domain, alamat domain sumber-sumber karena media kredibel biasanya tidak memakai alamat domain yang gratis.
“Jangan lupa selalu bandingkan informasi dari sumber-sumber terpercaya lainnya, untuk mendapatkan fakta yang lebih detil dan benar,” tegas Ardiyansyah.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Founder Istar Digital Marketing Centre Isharsono, Bang Aswar Pendiri dan Pengasuh Pure Consciousness Indonesia, serta dimoderatori Nabila Nadjib juga Dibyo Primus selaku key opinion leader.