Jumat, Desember 20, 2024

Tantangan menjadi manusia yang Berpancasila di ruang digital

Must read

Transformasi digital yang membawa perubahan sangat membantu dan menopang aktivitas dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan. Namun, perubahan secara global ini juga perlu diwaspadai, karena bisa mempengaruhi lunturnya budaya Indonesia. 

Oleh karena itu, perlu ditegaskan bagaimana bisa tetap beradaptasi di era digital dengan tetap mempertahankan nilai lokal kebudayaan yang sudah kita pegang, khususnya saat berinteraksi dan bertransaksi di ruang digital. 

Topik itulah yang hangat dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jumat (13/8/2021). Kegiatan ini merupakan wujud dukungan pemerintah untuk mempercepat transformasi digital, yakni menciptakan warga yang cakap menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Literasi digital yang ditekankan itu sendiri meliputi digital ethics, digital culture, digital safety, dan digital skill. 

Praktisi komunikasi Anneke Liu menjadi moderator diskusi dengan menghadirkan empat pemateri: Saeroni (LPPM UNU Yogyakarta), Fitriana Aenun (Kepala MTsN 3 Purworejo), Ziaulhaq Usri (guru Global Islamic School Yogyakarta), dan M. Nurkholis (Kasi Kelembagaan Kemenag Jateng). Selain itu, juga hadir mom influencer Made Suardani sebagai key opinion leader. 

Fitrianan Aenun menyinggung budaya digital yang saat ini merupakan hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan. Dalam konteks di Indonesia, budaya digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari. 

Secara sederhana, dalam memasuki era digital secara otomatis individu menjadi warga digital yang bertanggung jawab dalam melakukan aktivitasnya berlandaskan nilai-nilai kebangsaan. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika adalah rujukan mutlak dalam berbangsa yang plural. 

“Penanaman nilai kebudayaan di media digital bisa menerapkan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Yakni nilai cinta kasih, bisa menjaga hubungan antarsesama pengguna dengan saling mengasihi, menghargai orang lain dalam nilai kesetaraan. Lalu, mengedepankan nilai harmoni, mementingkan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi. Nilai demokratis dengan memberikan kesempatan pada orang lain di ruang digital, serta nilai gotong royong atau saling membantu meski di tengah perbedaan,” jelas Fitriana kepada 150-an peserta diskusi. 

Di tengah keragaman masyarakat Indonesia dan masyarakat secara global, dalam bermedia sosial setiap individu harus cakap dan paham bahwa dunia digital adalah bagian dari kita untuk mengimplementasikan kita sebagai orang Indonesia. Cakap kolaborasi dan cakap berproduksi, bagaimana mengedukasi pengguna untuk menggunakan teknologi digital dalam membuat konten yang kreatif dalam dunia pembelajaran, misalnya. Cakap berpartisipasi dan cakap distribusi penyebaran konten positif berdasar pada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. 

“Menjadi warga digital yang pancasilais yaitu mampu berpikir kritis dalam menghadapi informasi, waspada dengan konten yang dibagikan atau dalam berkomentar. Mari kita isi ruang digital dengan konten yang berdasarkan pilar kebangsaan, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945,” tutup Fitriana. 

Pemateri lain M. Nurkholis menambahkan, budaya digital merupakan penguatan karakter di mana dapat mengembangkan inovasi, berjejaring, berkolaborasi dan berpartisipasi. Namun, dampak negatif digitalisasi juga harus diwaspadai. 

Era digital misalnya, memungkinkan masuknya pengaruh budaya luar yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa. Sementara, riuhnya ruang digital dapat memicu adanya disharmoni karena hoaks dan ujaran kebencian. Ditambah lagi dampak yang dipicu oleh kecanduan gadget, gaya hidup yang instan dan konsumtif, serta potensi tindakan yang melanggar hukum, etika, serta memecah belah masyarakat. 

“Karena itu, sebagai warga negara Indonesia yang punya prinsip Pancasila, dalam bermedia digital harus menerapkan etika. Selain itu, tahu ragam standar peraturan komunitas di setiap platform digital, memahami informasi yang mengandung hoaks, ujaran kebencian, perundungan, dan konten negatif lainnya. Paham dasar berinteraksi, berpartisipasi, dan berkolaborasi di ruang digital yang sesuai kaidah etika, serta paham berinteraksi dan bertransaksi di ruang digital sesuai dengan peraturan yang berlaku,” jelas Nurkholis. 

Etika perlu diterapkan, kata Nurkholis, karena kita adalah manusia berbudaya yang mampu melaksanakan nilai-nilai budaya dan etika seperti: menghargai keragaman, toleran, sopan santun, cinta Tanah Air, demokrasi, dan gotong royong. 

“Sebagai manusia berbudaya, mesti mampu menggunakan media digital dengan bijak, memperhatikan kebebasan dalam berdigital dengan menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga ketertiban moral publik. Serta berkomitmen memanfaatkan media digital sebagai cara untuk mendapatkan nilai atau manfaat bersama,” pungkas Nurkholis. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article