Kamis, Desember 26, 2024

Kuatkan wawasan kebangsaan, lawan post truth

Must read

Praktisi pendidikan Adhi Wibowo mengungkapkan, putaran informasi saat ini bergerak, berubah, bertambah dan berkembang biak secara cepat. Tak heran jika dalam 60 detik sudah ada jutaan bahkan mungkin miliaran informasi beranak pinak.

“Arus cepat ini yang kemudian dimanfaatkan oleh kebohongan-kebohongan buatan yang akhirnya membuat kita merasa kalau kebohongan tadi adalah kebenaran yang juga disebut era post truth,” kata Adhi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Literasi Digital Dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Rabu (6/10/2021).

Dalam webinar yang diikuti 300-an peserta itu, Adhi menjelaskan era post truth berdasarkan Kamus Oxford mendefinisikan sebagai kondisi dimana fakta tidak terlalu terpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal. Simbolnya post truth adalah era dimana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran caranya dengan memainkan emosi dan perasaan kita.

Sedangkan jika merujuk Paul Joseph G, lanjut Adhi, dikatakan kebohongan jika diceritakan satu kali akan tetap menjadi kebohongan. Sedangkan bohongan yang diceritakan ribuan kali akan menjadi kebenaran.

“Di situlah bahayanya post-truth, kita jadi susah membedakan mana informasi yang benar mana yang tidak,” kata dia. Karakter utama post truth itu mengabaikan fakta dan data, mengaduk emosi masyarakat, memviralkan berita yang tidak jelas kebenarannya, menyebarkan narasi buatan atas peristiwa tertentu, membangun opini yang hanya menguntungkan pihak tertentu dan biasanya digabungkan dengan teori konspirasi.

“Dampak dari post truth membuat orang jadi mudah emosi dan stres, menjadi ragu akan pengertian kebenaran, memiliki masalah kepercayaan. takut adanya perbedaan, sulit membedakan mana yang fakta dan mana yang bukan,” tegasnya.

Untuk melawannya, menurut Adhi, bisa dilakukan dengan cara mencari tahu suatu kejadian yang sebenarnya dari berbagai sisi. Jangan mentang-mentang kita berada di era yang serba cepat kita jadi minder untuk terlambat kemudian malah jadi terburu-buru.

“Seringkali kita mendengar untuk melawan, tapi coba ganti jadi mendengar untuk mencerna, saring sebelum sharing, berpikir dulu sebelum mengambil keputusan,” kata dia.

Praktisi pendidikan Anggraini Hermana menambahkan, di era digital penting membangun wawasan kebangsaan dengan menguatkan literasi digital. “Wawasan kebangsaan untuk memberikan gambaran dan arah yang jelas bagi kelangsungan hidup sekaligus perkembangan kehidupan bangsa dan negara di masa akan datang,” kata dia.

Anggraini mengatakan peran literasi digital dalam meningkatkan wawasan kebangsaan untuk penunjang media pendukung pembelajaran, sekaligus  meningkatkan wawasan dengan cara mempermudah menggali informasi dan pengetahuan.

“Wawasan kebangsaan sebagai media campaign atau ajakan untuk meningkatkan rasa cinta tanah air dan media komunikasi antar bangsa, untuk merepresentasikan tentang identitas bangsa itu fungsinya,” kata dia.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber Kadiskominfo Kabupaten Pekalongan Anis Rosidi, Ketua MKKS Kab Pekalongan Irkham Junaedi, serta dimoderatori Yade Hanifa juga Cynthia Kharani selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article