Media digital sudah seharusnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dari berbagai latar belakang untuk mencapai kesejahteraan. Sebab, perkembangan teknologi tidak hanya menunjang komunikasi dan interaksi sosial saja, tapi juga untuk menunjang kebutuhan sehari-hari. Tema diskusi “Sejahtera Lewat Dunia Digital” dibahas dalam webinar yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Rabu (1/9/2021).
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang dilaksanakan untuk meningkatkan kecakapan masyarakat dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Bersama Bella Ashari (tv presenter) sebagai moderator, diskusi virtual diisi oleh empat narasumber: Novi Kurnia (dosen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM Yogyakarta), M. Afif Al-Ayyubi (Ketua YPP Walisongo Sragen), M. Aziz Nasution (pemred Channel9.id), dan Zainuddin Muda Z. Monggilo (dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta). Hadir pula dalam diskusi, Abdul Rauf (digital creator) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi diskusi dengan pendekatan empat pilar literasi digital: digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.
Dalam diskusi virtual yang dibuka dengan sambutan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo itu, M. Afif Al-Ayyubi mengambil sub tema “Kolaborasi Budaya Pesantren dengan Budaya Digital”. Menurutnya, warga pesantren saat ini sudah sepatutnya berkolaborasi menggunakan media digital sebagai sarana dakwah. Sebab, untuk mencapai kesejahteraan harus diikuti dengan merawat dan memelihara rohani baik melalui interaksi sosial atau melalui karya.
Di era 4.0, pesantren memiliki tugas untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai tradisi luhur di tengah gempuran modernisasi, mampu mengikuti perkembangan, tidak hanya mahir menggunakan teknologi tetapi juga mengambil peran dakwah dengan memanfaatkan perkembangan digital.
“Warga pesantren harusnya tidak kolot atau menolak perkembangan zaman dan mengalami gegar budaya akibat pesatnya perkembangan. Memang betul internet dan media digital punya sisi negatif, tetapi jika kita tidak memasuki platform itu maka isinya akan keburukan semua. Karena itu, pesantren bisa mengeksplorasi dan mengambil peran untuk membagikan hal yang positif dan kebaikan. Sebab bukan zaman yang seharusnya mundur, tetapi kita kaum sarungan yang harus maju menghadapi perkembangan zaman,” terang M. Afif Al-Ayyubi kepada 160-an peserta diskusi.
Di era digital, pesantren harus tetap berperan sebagai tempat untuk kader-kader bangsa dan tempat untuk memproduksi ilmu praksis dan emansipatoris. Yakni, ilmu yang berujung pada praktik serta yang bersifat membebaskan diri dari kebodohan, kemunduran, kezaliman, keburukan, dan keterkungkungan.
“Pesantren berperan memproduksi ilmu yang berorientasi tidak hanya untuk mengetahui tetapi keilmuan yang berorientasi membawa perubahan, sehingga tidak hanya cerdas tetapi juga mencerdaskan. Dengan ilmu agama kita harus punya pola pikir seperti itu,” tutupnya.
Sementara itu Zainuddin Muda Z. Monggilo membahas tema diskusi dari sisi kecakapan digital dalam bertransaksi daring untuk meraih kesejahteraan. Dengan salah satu pilar literasi digital tersebut, ia menilai, warga digital tidak cukup hanya mampu mengoperasikan berbagai perangkat TIK, tetapi juga bisa mengoptimalkan penggunaannya untuk sebesar-besar manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Aktivitas di era yang sudah serba daring, transaksi daring termasuk yang banyak diminati pada kondisi pandemi Covid-19. Selain karena alasan praktis, transaksi daring semakin mendukung dengan hadirnya berbagai platform lokapasar dan hadirnya dompet digital sebagai sarana pembayaran non tunai yang lebih aman. Oleh karena itu diperlukan kompetensi khusus dalam bertransaksi agar terhindar dari kasus-kasus yang merugikan.
“Loka pasar atau market place menawarkan tempat untuk memasarkan produk dari banyak penjual. Dalam bertransaksi di loka pasar pembeli dapat mencari beragam produk dengan beragam kategori, namun harus cermat membaca deskripsi produk, dan memilih metode pembayaran yang aman. Dalam menggunakan dompet digital, sebaiknya hanya digunakan seperlunya dan mengelolanya dengan baik agar tidak mengarah ke perilaku konsumtif,” jelas Zainuddin.
Bagi UMKM, media sosial dapat menjadi lapak untuk melakukan pemasaran secara digital yang memiliki berbagai keuntungan. Pelaku usaha dapat selalu meng-update katalog produk, biaya operasional lebih efektif dan efisien. Dapat menjangkau potensi pasar secara lebih luas.
“Dalam memasarkan produk, pelaku UMKM harus mampu mengenali target audiens dan platform yang digunakan. Menonjolkan keunikan produk dan konsisten dalam mengelola akun serta berinteraksi dengan audiens. Berkreasi dengan ragam konten yang kreatif dan memberikan penawaran terbaik. Untuk mengembangkan usaha juga bagus untuk mengikuti pelatihan yang tersedia secara online,” tutup Zainuddin. (*)