Sebuah kutipan fenomenal tentang proses belajar dari filsuf Imam Syafi’i layak menjadi cambuk bagi lintas generasi agar tak pernah berhenti belajar. Kutipan yang berbunyi ‘Jika kamu tidak tahan dengan lelahnya belajar, maka kamu harus tahan dengan perihnya kebodohan’ itu diungkapkan oleh Head of Studies Center for Family and Social Welfare Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta Saeroni, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin (20/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Saeroni memaparkan, tidak pernah ada satu pun orang hebat yang malas untuk belajar. Terlebih, ketika zaman serba mudah di era digital ini yang memungkinkan setiap orang belajar mandiri dengan berbagai sumber yang tersedia. “Yang perlu dilakukan adalah menyediakan niat untuk mempersiapkan belajar mandiri,” kata Saeroni.
Untuk mempersiapkan belajar mandiri, Saeroni melanjutkan, bisa dilakukan dengan beberapa langkah. Dimulai dengan menentukan materi yang akan dipelajari, lalu mengatur jadwal, merancang kecepatan belajar yang sesuai dengan target dan kemampuan, perkirakan kemajuan apa yang diperoleh setelah proses belajar, persiapkan kebutuhan seperti perangkat digital, materi belajar buku, dan lainnya.
“Jangan lupa juga untuk menentukan waktu belajar, kapan mulai dan kapan berakhir. Perkirakan hal-hal apa saja yang dapat menghambat proses belajar lalu atasi, misalnya hambatan itu bisa seperti gim atau sosial media,” tuturnya.
Saeroni menguraikan, menentukan tempat yang nyaman juga menjadi bagian penting dalam persiapan. Tapi, bagaimana pun perlu ada motivasi belajar mandiri di era digital ini.
“Bisa gunakan mesin pencari di internet, untuk mendapat informasi materi yang diinginkan. Tetap pilih sumber informasi yang memudahkan untuk belajar baik teks, visual, audio atau video. Gunakan sumber informasi yang terpercaya baik buku, website atau portal resmi,” Saeroni mengingatkan.
Saeroni menambahkan, belajar mandiri tidak lantas mengurung diri. Tapi juga tetap aktif berinteraksi ketika belajar bersama guru atau narasumber secara online. ”Carilah teman berkolaborasi bila belajar mandiri, misalnya dengan membentuk kelompok belajar atau bergabung dengan komunitas-komunitas yang sudah dipahami dengan baik,” kata dia.
Menghadapi tantangan era digital ini, Saeroni mengungkapkan pentingnya ketrampilan 4C disiapkan. Pertama, critical thinking atau berpikir kritis, yakni dapat membedakan informasi benar atau bohong, fiksi dan nonfiksi, fakta atau opini, agar terhindar dari informasi palsu dan menyesatkan.
Kedua, creativity yakni dapat menciptakan ide dan inovasi yang dibutuhkan banyak orang, terbiasa melihat masalah dengan berbagai perspektif, sehingga dapat menemukan solusi yang tepat atas masalah secara out of the box.
Ketiga, communication, yakni lebih mudah mengutarakan pemikiran pengetahuan dan informasi kepada orang lain. Keempat, collaboration, yakni kesempatan menjalin relasi dengan banyak kalangan, agar dikenal luas dalam industri yang digeluti, mudah bekerja sama dengan berbagai organisasi serta terbiasa beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggung jawab juga mampu menghormati perbedaan yang ada.
Narasumber lain dalam webinar ini, founder ISTAR Digital Marketing Center Isharsono mengatakan, adaptasi literasi digital bagi siswa penting khususnya menjaga aspek keamanan digital. ”Jadi, pengguna internet bisa melindungi diri sendiri serta orang lain dari kemungkinan bahaya serta risiko di dunia online,” ujar Isharsono.
Isharsono menambahkan, internet safety mendorong konsep penggunaan internet secara bijak dan sesuai dengan etiket atau norma yang berlaku.
“Pemahaman aspek keamanan digital yang perlu ditanamkan baik aman secara konten isi dan narasi dan aman secara perangkat hardware dan software,” tegas Isharsono.
Dampak abai terhadap digital safety, menurut Isharsono, tak lain reputasi online, bisa terancam kehilangan data penting, kerusakan sistem software dan sistem komputer, kehilangan sejumlah uang, bahkan terancam dan tidak tenang dalam hidup.
”Karena abai keamanan digital membuka peluang besar aksi seperti peretasan dan hacking, cyberbullying, impersonation, carding hingga phising,” tutup Isharsono.
Webinar yang dimoderatori Fikri Hadil ini juga menghadirkan narasumber Kepala MTs Negeri 5 Sragen Muawanatul Badriyah, Kepala Kantor Kemenag Cilacap Imam Tobroni serta Safinaz Nachiar selaku key opinion leader. (*)