Rabu, Desember 25, 2024

Membangun adab pengguna bijak di ruang maya

Must read

Kecakapan digital dibutuhkan agar pengguna media digital lebih beradab di ruang digital. Apalagi, mengingat hasil survei Microsoft yang menempatkan netizen Indonesia sebagai yang paling tak beradab se-Asia Tenggara.

“Upaya yang harus kita lakukan agar masyarakat atau netizen Indonesia  lebih beradab di ruang digital tak lain dengan kembali kepada bagaimana  kita bisa menguasai empat pilar dasar literasi digital,” tegas Direktur Afada Temanggung Ahmad Lutfi saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Menjadi Masyarakat lebih Berkeadaban di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (23/9/2021).

Lutfi menjelaskan keadaban lewat literasi digital itu meliputi digital skill. Ini muaranya peningkatan kompetensi kita memilah, menyaring, dan mendapatkan informasi yang bermanfaat dari dunia maya.

“Lalu dari digital safety, muaranya peningkatan kompetensi kita dalam  mengamankan data data pribadi yang saat ini hampir semuanya  terkoneksi dalam jaringan internet,” urai Lutfi, seraya berharap dengan pemahaman digital safety potensi kerugian akibat kriminalitas yang ada di dunia internet bisa diminimalisir.

Selanjutnya, yakni digital ethic, yang muaranya pada peningkatan penghayatan serta pengamalan nilai etika keseharian saat kita  berserlancar di ruang digital.

“Terakhir soal digital culture yang muaranya pada penciptaan serta  peningkatan kultur digital yang merangkum kompetensi digital skill,  safety, dan ethic dalam bingkai bermasyarakat dan berbangsa,” tegasnya.

Lutfi mennyatakan, untuk mewujudkan pengguna digital yang beradab merujuk pada keadaan yang menunjukkan seseorang memiliki budi  pekerti, sopan santun, dan tata krama yang baik. Oleh sebab itu, lawan kata dari beradab sering disebut biadab.

“Keadaban sebagai kata benda jadian yang menunjukkan kondisi atau situasi sifat-sifat baik tersebut terinternalisasi dan dipraktikkan olah  sekelompok individu atau masyarakat termasuk ruang digital,” terangnya.

Narasumber lain webinar itu, Ketua DPD AELI DIY – Trainer Nasional AELI – Assesor BNSP, Co Founder Jelajah Agus Supriyo mengatakan sebuah pameo jika gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati saat ini meninggalkan jejak digital.

Jejak digital dimungkinkan karena internet memiliki IP address yang  merupakan identitas sebuah komputer dalam jaringan internet.

“Dengan demikian, pemilik sebuah website dapat mengetahui semua IP address yang mengakses situsnya. Hal tersebut juga berlaku pada jaringan Wi-Fi publik,” kata Agus.

IP address ini berfungsi sebagai alamat pengiriman data ke perangkat Anda. “Jadi ketika anda mengakses sebuah situs, sebenarnya ada proses pengunduhan data yang dikirim dari situs tersebut. Proses tersebut dimungkinkan berkat IP address,” tegasnya.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber dosen UHN I Gusti Sugriwa Denpasar Bali I Nyoman Yoga Segara, dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Aswad Ishak, serta dimoderatori Nadia Intan juga Ade Wahyu selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article