Infodemik bagi pencegahan Covid-19 merupakan informasi yang mencakup semua hal tentang perkembangan pencegahan Covid-19.
“Banyak rumor yang beredar di media sosial berupa hoaks atau bukan fakta sebenarnya. Bahkan, ada teori konspirasi yang ujungnya ialah ketidakpercayaan terhadap Covid-19 ini,” ujar Melta Hendrianingtyas pada webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo bagi masyarakat Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat (30/7/2021).
Diskusi virtual bertema ”Infodemik bagi Pencegahan Covid-19” yang dipandu moderator Zacky Ahmad itu, juga menghadirkan narasumber Tatty Aprilyana (Enterpreneur dan Founder Kampung Aridatu), Ahmad Uzair (Staf BPIP), Ahmad Ibrahim Badry (Dosen SKSG Universitas Indonesia), dan Vanda Rainy, selaku key opinion leader.
Melta menyatakan, kini banyak beredar berita hoaks di media digital. Jika masyarakat percaya dengan berita hoaks yang beredar tanpa mengkroscek kebenaran berita tersebut, maka akan terjadi pembodohan masyarakat melalui informasi hoaks.
Untuk itu, lanjut Melta, masyarakat diharapkan mau menelusuri dulu berita-berita yang beredar sebelum mempercayainya atau bahkan meneruskannya. ”Jangan hanya langsung diterima. Ini salah satu yang menyebabkan corona makin lama beredar di Indonesia. Karena tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap virus ini tinggi,” jelas Melta.
Selain menelusuri, kata Melta, bagi masyarakat yang menerima berita yang diragukan kebenarannya, ia juga harus berusaha mencari tahu siapa yang memposting informasi tersebut, serta melacak dari mana asal informasi itu didapat.
“Banyak perilaku masyarakat di media sosial, ketika mendapat informasi langsung di sebarluaskan. Padahal, informasi tersebut belum jelas kebenarannya,” ujar dokter spesialis patologi klinik itu.
Cara penyebaran berita hoaks Covid-19, lanjutnya, berawal dari teman ke teman. Sehingga, berita bohong ini cepat beredar yang berakibat merugikan diri sendiri dan orang lain.
Melta menambahkan, infodemik tak jarang datang juga dari para pesohor, seperti para tokoh, artis yang banyak memiliki pengikut di media sosial. Sayangnya, banyak orang lebih mempercayai informasi yang datang dari sumber tak kredibel ketimbang informasi yang datang dari tenaga medis yang punya kompetensi.
”Untuk itu, kita harus menganalisis dulu informasi yang beredar. Jangan hanya langsung share saja. Bisa jadi, informasi yang kita share itu hoaks,” tegas Melta.
Narasumber berikutnya, pendiri Kampung Aridatu Tatty Aprilyana menyatakan, infodemik itu bisa diartikan sebagai informasi dan epidemik yang mengacu pada penyebaran informasi yang akurat maupun tidak.
Menurut Tatty, banyak beredar informasi yang sifatnya tidak akurat terkait penyakit di masa pandemi di kalangan masyarakat luas. Ketika fakta, desas-desus, dan ketakutan bercampur lalu menyebar menjadi berita hoaks, di sinilah kepanikan terjadi.
”Dari awal masa pandemi, masyarakat banyak sekali menerima berita-berita yang tidak valid. Akibatnya, banyak yang lalai terhadap protokol kesehatan,” ujar Tatty.
Untuk itu, kata Tatty, masyarakat harus berhati-hati terhadap informasi yang diterima, utamanya terkait Covid-19 ini. Pastikan terlebih dahulu sumber informasi, dan jangan terbawa arus yang salah.
Tatty kemudian memberikan contoh berita tentang vaksin yang banyak tersebar di masyarakat. Misalnya, jangan mau divaksin, karena akan berakibat pada kelumpuhan. Berita itu jelas tidak benar, dan hanya untuk menakut-nakuti masyarakat.
Intinya, jangan telan mentah-mentah dan jangan cepat percaya terhadap informasi yang berkembang. Telusuri terlebih dahulu sumber informasi itu kepada pihak terkait.
”Informasi yang tidak benar, hanya akan mengakibatkan kekacauan dan menimbulkan ketidaknyamanan di tengah masyarakat,” pungkas Tatty. (*)