Dosen STIE YKP Yogyakarta Aditya Heru Nurmoko mewanti-wanti, bagaimana pandemi Covid-19 bisa mempengaruhi seseorang dalam kesehariannya sehingga berpotensi menjadi kecanduan dan konsumtif saat berinteraksi di ruang digital.
“Pandemi membuat orang bosan karena ruang gerak terbatas. Orang jadi gampang cemas, stres, dan ketakutan akan penyakit,” kata Aditya
saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema ”Kecanduan Internet: Ubah Konsumtif Jadi Produktif” yang dihelat Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, Senin (9/8/2021).
Pandemi, lanjut Aditya, juga membuat orang cenderung memiliki stigma negatif karena pengaruh lingkungan, mengalami perubahan pola komunikasi, dan sekaligus kebingungan akibat banyaknya informasi.
Kondisi itu memicu ketergantungan orang pada internet, karena melalui internet semua orang dapat menemukan apa yang diinginkan. Internet menjadi ruang tanpa batas untuk berkomunikasi. Internet juga dapat menjadi alat untuk mencari informasi ataupun sebagai tempat untuk mendapatkan hiburan.
“Padahal banyak hal juga, baik pekerjaan maupun peluang, yang bisa dimanfaatkan untuk mencari tambahan penghasilan, sehingga produktif,” tutur Aditya.
Aditya menyebut tak hanya membangun toko online yang bisa dilakukan dengan internet. Warganet juga bisa menekuni bisnis afiliasi, menjadi Youtuber, bisnis dropship, blogger terkenal, instagram influencer, sampai menulis konten digital.
“Kita pun bisa produktif saat pandemi misalnya dengan mengajar online atau menawarkan pembuatan jasa website, membuat aplikasi mobile, menjual produk digital sampai menjadi seorang podcaster dan konsultan SEO,” urainya.
Dengan sifat internet yang merupakan tempat untuk mendapatkan segala sesuatu dalam waktu yang singkat dan berkumpulnya berbagai kalangan, Aditya merekomendasikan sejumlah pekerjaan yang bisa dijajal karena menjanjikan.
“Dunia digital membutuhkan banyak social media specialist, content writer, video creator, affiliate account manager, graphic designer, data analyst, UI/UX Designer,” sebutnya.
Aditya mengatakan, ruang digital menjadi ruang tanpa batas, tidak mengenal usia, kelas sosial ataupun pendidikan. “Internet dapat digunakan oleh siapa saja dan setiap tahun jumlah pengguna internet semakin meningkat. Kita perlu digital skills untuk bisa memanfaatkan internet agar bisa produktif,” imbuhnya.
Tentu saja, lanjut Aditya, digital skills tidak hanya soal bisa mengakses internet. Tapi juga menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi, mendistribusikan, memproduksi, berpartisipasi dan berkolaborasi.
“Jadi dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan dalam internet, jangan sampai membuat banyak pengguna internet mengalami adiksi atau kecanduan pada internet yang dapat menimbulkan dampak negatif,” tegas Aditya.
Aditya menguraikan perlunya transformasi digital culture. Memahami digital culture bukan hanya soal teknis, tapi juga dampak digitalisasi secara menyeluruh.
Sementara itu, pegiat advokasi sosial Ari Ujianto dalam kesempatan itu mengungkapkan, lingkungan berperan besar dalam menjaga amannya aktivitas ruang digital agar senantiasa sehat dan bermanfaat khususnya bagi anak.
“Sekolah, orangtua, anak-anak dan generasi muda serta guru memiliki tanggung jawab bersama menjaga ruang digital itu, maka monitoring mesti terus berjalan,” tegas Ari.
Webinar kali ini juga menghadirkan narasumber lain: dosen Unnes Arif Hidayat dan Director Transvision Fachrul Prasojo serta Tommy Rumahorbo sebagai moderator dan Firman Putra Suaka selaku key opinion leader. (*)