Minggu, November 17, 2024

Kembangkan bakat anak didik, teknologi jadi alat media belajar handal

Must read

Pendidikan merupakan sebuah proses untuk membentuk manusia yang tidak hanya cerdas secara intelektual, mampu berpikir secara saintifik dan filosofis, tetapi juga mampu mengembangkan spiritualnya.

Dosen FEB Universitas Ngurah Rai Bali, I Wayan Meryawan mengatakan, pada abad ke-21 ini pendidikan bermutu untuk generasi anak digital yakni mampu mengintegrasikan kemampuan literasi, kecakapan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, serta penguasaan terhadap teknologi dan informasi. 

Menurut Meryawan, pada abad ke-21 ini beban tanggung jawab sosial-masyarakat terhadap dunia pendidikan beralih kepada lembaga pendidikan formal dan komersial. Padahal, pendidikan adalah atmosfer untuk mengembangkan potensi pendidikan pembelajaran secara mandiri guna menggali bakat yang tersembunyi bagaikan harta karun dalam diri setiap orang. 

”Pendidikan merupakan kompas yang menentukan arah,” katanya dalam webinar literasi digital dengan tema ”Pendidikan Bermutu Untuk Generasi Digital” yang digelar Kementerian Kominfo dan Debindo untuk warga Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Selasa (24/8/2021).

Mengutip Unesco, Meryawan menyebutkan, terdapat empat pilar pendidikan abad ke-21. Yakni, belajar untuk mencari tahu, belajar untuk mengerjakan, belajar untuk menjadi, dan belajar untuk hidup bersama dalam kedamaian. ”Generasi pembelajar pada perkembangan era digital, memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sebagai alat media belajar yang handal,” ujarnya. 

Meryawan menambahkan, ada berbagai manfaat teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran saat ini, seperti membangkitkan motivasi belajar siswa atau peserta didik, memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya. 

Lalu, memungkinkan juga keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa. Di samping itu juga menyajikan informasi belajar secara konsisten, akurat, berkualitas dan dapat diulang penggunaannya atau disimpan sesuai dengan kebutuhan. 

Menurutnya, pembelajaran yang dilakukan secara digital ini dapat membuat pelaksanaannya fleksibel, melepaskan dari ketergantungan ruang dan waktu, karena dapat dilakukan setiap saat dan di mana pun. 

Meski begitu, dalam pelaksanaan pembelajaran di ruang digital ini, penting pula etika. 

”Anak digital cenderung lebih aktif di dalam ruang digital. Mereka bisa setiap hari menggunakan media digital sebagai ruang pembelajaran, pencarian informasi, maupun penggalian sumber ajar,” tambah Meryawan.

Beberapa etika yang bisa dipakai ketika ada interaksi peserta didik dengan tenaga pendidik, yakni: selalu menggunakan bahasa sopan santun, kemudian memperkenalkan diri ketika berinteraksi, dan memperhatikan waktu ketika ingin berinteraksi. ”Jadi, ketika berinteraksi, usahakan jangan sampai tidak membalas salam,” tegasnya. 

Sementara itu, narasumber lainnya, dosen Informatika Universitas Sahid Surakarta Farid Fitriyadi mengatakan, dalam proses pembalajaran yang dilakukan dengan memakai teknologi, yakni secara dalam jaringan (daring), berbagai kendala yang dihadapi harus bisa diminimalkan. 

”Seperti interaksi guru dan murid menjadi berkurang dibandingkan pembelajaran secara tatap muka, kemudian permasalahan perangkat atau gawai yang digunakan, lalu banyaknya gangguan di rumah,” papar Farid.  

Menurut Farid, agar pembelajaran secara daring ini bisa sukses, maka harus diterapkan berbagai strategi, seperti dengan konsep interaktif dan non-interaktif, serta demokrasi penentuan model pembelajaran. 

Diskusi virtual yang dipandu oleh moderator Dimas Satria itu juga menghadirkan narasumber Mia Angelina (Deputy Head of Communication Department Bina Nusantara University Jakarta), Muhammad Yusuf (dosen di Universitas Sains Al Qur’an Wonosobo), dan kreator konten Ratih Sukmaresi selaku key opinion leader. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article