Nilai Pancasila sudah sepantasnya dibawa ketika berinteraksi dan berkomunikasi di ruang digital agar tercipta ruang digital yang nyaman dengan segala perbedaan dan keragamannya. Itulah antara lain materi yang dibahas dalam webinar bertema ”Kreatif Lestarikan Nilai-Nilai Pancasila di Ruang Digital” yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Rabu (15/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari program yang dirancang untuk masyarakat dalam meningkatkan kecakapan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Kegiatan yang dimoderatori oleh Amel Sannie hari ini mengajak empat narasumber untuk berdiskusi. Mereka adalah: Muhammad Fadlullah (konsultan IT), Freesca Syafitri (dosen UPN Jakarta), Emmanuel Didik Kartika Putra (pimpinan umum Fokusjateng.com), dan Amir (Kepala SMP Birrul Walidain Sragen). Selain itu, hadir pula TV host Firman Putra Suaka sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi berdasarkan pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety.
Kepada 250-an peserta diskusi, Muhammad Fadlullah menjelaskan, fakta perkembangan teknologi dan penggunaan internet dari waktu ke waktu semakin meningkat dan pesat. Selain berbagai manfaat yang dapat dirasakan, tingginya aktivitas digital rupanya juga diwarnai dengan hal-hal negatif. Ia menyebutkan, pada Januari hingga November 2020 ada 4.250 laporan kejahatan siber dengan 1.158 kasus penipuan.
Realitas tersebut menunjukkan, pengguna media digital perlu memahami literasi digital, yang salah satunya adalah paham dengan keamanan digital agar tercipta aktivitas digital yang nyaman, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
”Ketika berada di dunia maya, kita otomatis membawa nama negara sehingga perlu adab dan etika saat berinteraksi di ruang digital, dan Pancasila menjadi dasar untuk berperilaku di dalamnya. Caranya adalah dengan menghormati dan menghargai perbedaan ajaran ketuhanan, menjunjung adab komunikasi dan memiliki prinsip egaliter, serta memahami perundang-undangan dan etika yang berlaku di ruang digital,” jelas Fadlullah.
Di ruang digital, setiap pengguna saling terhubung secara langsung dan bersifat global yang membuat keamanan data menjadi salah satu perhatian yang serius. Ia menyebutkan sejumlah kasus kebocoran data yang terjadi pada tahun 2020, mulai dari Tokopedia, Bhinneka.com, KreditPlus, RedDoorz, dan ShopBack. Hal itu menguatkan alasan pengguna media digital untuk lebih waspada dengan keamanan digital.
”Amankan perangkat digital dari serangan malware yang dapat membocorkan data dan identitas. Gunakan password, fingerprint authentication, back up data, memasang antivirus untuk mengamankan perangkat digital,” terang Fadlullah.
Lalu, melindungi identitas di akun media digital dengan mengaktifkan two factor authentication agar akun tidak mudah dibobol. Pengguna media digital perlu memiliki kontrol diri untuk tidak terlalu mengekspos informasi pribadi, sensitif, dan rahasia ke media sosial atau membagikannya kepada orang lain.
Sementara, dari sudut pandang etika digital, Kepala SMP Birrul Walidain Sragen Amir menjelaskan, etika masyarakat Pancasilais harus dijaga dan diimplementasikan ketika di ruang digital. Salah satu ciri orang Indonesia dengan ideologi Pancasila adalah memiliki sopan santun berbahasa, ramah dalam bersikap, dan menghormati orang lain.
”Agar dunia digital ini nyaman, ingat bahwa ’jarimu adalah harimaumu’. Artinya, sangat berbahaya ketika tidak bisa mengontrol diri dalam berinteraksi dan berkomunikasi di ruang digital,” ujar Amir.
Etika bermedia digital dirumuskan Amir dalam satu kata ”ramah”. Yakni, repost informasi yang baik sehingga kebaikan itu tidak hanya dirasakan oleh pembuat konten, tetapi juga orang yang melihatnya atau menikmatinya. Apologis terhadap hoaks, dalam artian ketika menyikapi informasi dengan teliti, tanggap, dan menelaahnya terlebih dahulu sebelum melakukan aksi berikutnya.
”Ketiga adalah memakai identitas yang jelas untuk mem-branding diri dan tidak memakai topeng orang lain. Kemudian, apresiasi ide atau karya orang lain, sebab di ruang digital kemungkinan untuk memanipulasi data cukup tinggi. Terakhir, bersikap humanis dan bijak dalam menyikapi orang yang berbeda,” kata Amir, menutup paparan. (*)