Problematika kita dalam konteks literasi digital adalah adanya lompatan literasi yang belum sepenuhnya mendarat dalam kondisi yang mapan.
“Kita sebenarnya masih belum mapan dalam literasi manual namun sudah bermigrasi ke literasi digital,” ujar Ketua PCNU Brebes Syamsul Maarif saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Bijak Berkomentar di Ruang Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Selasa (21/9/2021).
Dalam paparannya, Syamsul merujuk Studi Most Littered Nation In The World 2016, yang menyebut bahwa minat membaca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara.
“Ini satu bukti tak terbantahkan, bagaimana literasi manual kita belum mapan, sehingga ketika memasuki ruang digital, berbagai dampak pun terjadi mulai maraknya hoaks, ujaran kebencian, SARA, dan lainnya,” ujar Syamsul.
Oleh sebab itu, Syamsul menilai literasi digital menjadi hal penting untuk memapankan pengguna menjadi netizen yang cerdas dan beretika di era digital ini. Penguatan literasi caranya dengan membangun strategi budaya masyarakat digital. Sebab setiap individu harus memiliki kemampuan memahami dan mengolah informsi saat membaca atau menulis.
“Memiliki ketrampilan bahasa, pengetahuan bahasa, tulis dan lisan sekaligus memiliki kemampuan kognitif, pengetahuan atas berbagai genre dan wawasan budaya sebagai orang timur,” kata Syamsul.
Aktivitas saring sebelum sharing menurut Syamsul sejalan dengan ajaran HR Muslim, bahwa seorang disebut pembohong dan pendusta manakala membicarakan setiap yang didengar tanpa mencari kebenarannya.
Sebagai ketua PCNU Brebes, Syamsul memandang literasi digital hal yang wajib. “Ruang digital adalah jenis masyarakat ‘baru’, atas keniscayaan dinamika Iptek yang tidak bisa kita tolak,” kata dia.
Narasumber lain webinar itu Creative Entrepeneur Ibnu Noval Hafidz mengatakan dibalik layar yang sedang kita ketukan pada kolom komentarnya, disana ada manusia dengan perasaan yang sama.
“Mereka bisa tersinggung ataupun merasa sedih. Kalau kita tidak setuju pada postingan seseorang, tinggalkan saja tanpa komentar apapun, karena akunnya adalah rumahnya,” kata Ibnu.
Ibnu menuturkan jika meninggalkan komentar buruk, maka tidak membuat kita menjadi lebih baik. Jika kita tidak nyaman berada di ’rumahnya’, yang harus kita lakukan adalah pergi, bukan berkomentar yang tidak menyenangkan atas apa yang ada di dalamnya.
“Karena bersosial media sebenarnya sama dengan hidup di dunia nyata, sama sama ada etikanya,” kata Ibnu.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber lain seperti Pengampu Social Media Communication PT Cipta Manusia Indonesia Annisa Choiriya Muftada, dosen FBE UII Yogyakarta Maisaroh serta dimoderatori Nabila Nadjib juga Ones selaku key opinion leader. (*)