Banyaknya informasi di media sosial membuat pengguna di ruang digital mudah memberikan reaksi baik sekadar like, memberikan komentar, hingga membagikannya lagi. Akan tetapi ketidakhati-hatian dalam memberikan reaksi rupanya cukup berbahaya bagi reputasi pengguna. Kondisi tersebut hangat dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Kamis (29/7/2021).
Salah satu narasumber diskusi virtual ini, Tatty Aprilyana (entrepreneur) menyampaikan banyak aktivitas di dunia nyata yang terkonversi ke dalam ruang digital karena kondisi pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas fisik, sehingga banyak hal yang perlu dipelajari agar bisa segera beradaptasi.
Salah satunya mempelajari empat kecakapan dalam literasi digital, yakni digital skill, digital ethics, digital safety, dan digital culture. Hal itu penting karena melihat penetrasi penggunaan teknologi dan internet masyarakat Indonesia tercatat sangat tinggi, ada 202,6 juta orang Indonesia yang menggunakan internet selama delapan jam 52 menit dalam sehari.
Namun, sejauh apa dunia digital memberikan ruang aman bagi penggunanya? Banyaknya pengguna internet berkemungkinan mendapatkan manfaat besar yang baik dan juga kemungkinan negatif yang sangat besar.
“Internet dan teknologi memang memberikan manfaat kemudahan akses informasi, menjadi ruang belajar yang tidak terbatas, membuka ruang untuk saling berkolaborasi, juga menjadi kesempatan memberikan dampak baik kepada orang lain. Namun, manfaat itu juga sejalan dengan dampak negatif yang diberikan. Pengguna menjadi selalu merasa kurang dan takut ketinggalan sesuatu. Dapat memicu kecemasan, depresi, mengganggu kualitas tidur, memberikan efek kecanduan, hingga mempengaruhi hubungan nyata. Tanpa sadar, internet mendekatkan yang jauh tetapi juga menjauhkan yang dekat,” jelas Tatty kepada ratusan peserta diskusi.
Itu sebabnya, kecakapan dalam keamanan digital diperlukan untuk menjaga agar aman ketika bermedia digital. Apa yang harus dilakukan? Melindungi identitas digital dan privasi data pribadi dengan tidak membagikannya di ruang digital dan menjaga rekam jejak digital. Tidak terlibat hoaks meski hanya sekadar memberikan like, serta hanya mengunggah konten positif dan hal baik saja.
“Selain itu, masih ada aspek lain yang timbul sebagai konsekuensi hukum atas aktivitas digital kita. Konsekuensi dalam mengumbar pendapat, komentar yang menyinggung hal kebangsaan dapat dikenai sanksi hukum. Memberi kritik itu perlu tetapi berkata kasar tidak. Ada rambu-rambu yang harus kita pahami dan hati-hati dalam menyampaikan ekspresi,” tutup Tatty.
Menyambung tentang bersikap bijak di media sosial, Tauchid Komara Yuda menyoroti: sharing, like, dan comment di ruang digital merupakan digital footprint yang bisa menjadi sumber data di masa depan. Maka berpikir sebelum memberikan reaksi sangat penting. Sebab, jika sudah telanjur, bukan hanya sistem yang merekam aktivitas tersebut tetapi juga pengguna lainnya.
“Sumber utama dari perilaku di dunia digital salah satunya adalah berita hoaks. Jika tidak sadar termakan hoaks, reaksi yang telah kita berikan secara langsung membuat kita ikut menyebarkannya. Karena itu, berpikir dua kali, mengevaluasi, dan memverifikasi penting dilakukan untuk mencegah kita terseret di arus penyebaran hoaks. Ruang digital dalam satu waktu sekaligus menjadi citra diri kita menjadi warga yang baik, dan sebaliknya,” jelas Tauchid.
Maraknya informasi yang bisa ditemukan di berbagai platform media sosial tidak serta merta membuat kita percaya pada setiap informasi. Tentunya, harus selektif terutama jika itu berbau SARA, provokasi, diskriminasi, intoleransi dan hoaks. Pastikan apa yang akan kita lakukan itu dapat menghasilkan amal jariyah dan bukan dosa jariyah.
“Hati-hati dengan fitur sharing, like, dan comment. Sebagai netizen yang baik berkomentarlah secara elegan, sebab yang menjadi partner interaksi di dunia digital itu juga sesama manusia. Jaga diri kita dan masa depan melalui komentar yang baik dalam menggunakan fitur share, like, dan comment. Sebab setiap tindakan kita menentukan kehidupan dan karier kita ke depan,” pungkas Tauchid.
Materi bijak berkomentar juga disampaikan oleh narasumber lainnya, Muhammad Ihsan Fajari (pendidik), dan Sunaji Zamroni (dewan nasional FITRA), dengan pemandu acara Fernand Tampubolon (entertainer) juga key opinion leader Putri Juniawan (tv presenter).
Program literasi digital itu sendiri merupakan program yang diupayakan pemerintah Indonesia dalam mendukung percepatan transformasi digital dan menciptakan masyarakat yang cakap digital. Program ini masih akan berlanjut hingga Desember 2021. (*)