Jumat, November 15, 2024

Ruang digital sebagai tempat kampanye antikorupsi

Must read

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI menggelar webinar literasi digital untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dengan tema “Pendidikan, Sosialisasi, dan Kampanye Anti Korupsi Melalui Ruang Digital”, Rabu (29/9/2021). Kegiatan ini merupakan bagian dari gerakan nasional Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital yang bertujuan untuk meningkatkan kecakapan masyarakat dalam memaksimalkan penggunaan teknologi dan internet.

Amel Sannie (presenter) memandu acara dan menghadirkan empat narasumber: Nanik Lestari (peneliti MAP Universitas Gadjah Mada), Sabinus Bora Hangawuwali (penliti Universitas Gadjah Mada), Efi Miftah Faridli (dosen prodi PPKn Universitas Muhammadiyah Purwokerto), Heri Bernad Samuel Damanik (ketua DPW Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Jateng). Juga mengajak Brigita Ferlina (news presenter) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan tema diskusi dengan pisau pilar literasi digital yang meliputi digital skill, digital safety, digital ethics, dan digital culture.

Efi Miftah Faridli mengatakan bahwa “korupsi” kian akrab di telinga masyarakat Indonesia. Korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan demi kepentingan pribadi dan orang lain. Korupsi pada saat-saat ini bergeser dari alasan kebutuhan menjadi bentuk keserakahan. Ironisnya, korupsi yang merupakan salah satu kejahatan yang sangat berbahaya ini masih disikapi dengan permisif dan seolah menjadi hal wajar. 

Tindak korupsi pada intinya merupakan tindakan tidak jujur yang berdasarkan Gone Theory didorong karena kebutuhan bergeser menjadi keserakahan karena adanya kesempatan, dan expose atau pengungkapan.

“Orang dengan kedudukan tinggi memiliki banyak kesempatan untuk menyalahgunakan jabatannya untuk memenuhi kebutuhannya, sayangnya dengan cara yang tidak etis dan melanggar hukum,” ujar Efi.

Membudayakan nilai-nilai antikorupsi di ruang digital dapat dimulai dengan membiasakan bersikap jujur, peduli, mandiri, disiplin, bertanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. 

“Mengangkat tema-tema antikorupsi melalui konten digital seperti film, sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat dengan jangkauan lebih luas. Atau menyosialisasikan pendidikan antikorupsi melalui forum-forum diskusi, dan kampanye digital yang berintegritas,” jelasnya.

Heri Bernad Samuel Damanik menambahkan bahwa revolusi 4.0 merupakan paradoks antara bencana sekaligus harapan besar. Bencana karena menggeser hal-hal lama, dan harapan besar karena banyak peluang yang bisa didapatkan.

Tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah memusnahkan tindakan korupsi. Di era digital, pendidikan dan sosialisasi kampanye antikorupsi mesti dikuatkan melalui pengetahuan tentang tindakan korupsi yang merusak moral, etika, dan hukum. Memberikan kesadaran bahaya korupsi dan dampak bagi semua orang.

 “Warga negara dapat berpartisipasi dan melibatkan diri dalam memberantas korupsi dengan melakukan kampanye, sosialisasi melalui ruang digital. Serta kerjasama Polri, kejaksaan, dan KPK sebagai penegak hukum dengan menindak pelaku korupsi,” jelasnya.

Dalam melakukan sosialisasi antikorupsi di ruang digital perlu dilakukan dengan etika-etika digital agar tidak menimbulkan persoalan-persoalan lain.  Etika berdigital berhubungan dengan perilaku yang bertanggung jawab dalam pemanfaatan teknologi. 

“Memahami etika digital menjadikan pengguna jasa digital paham rambu-rambu pemanfaatan teknologi, menghormati hak sesama pengguna teknologi,” pungkasnya. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article