Pemerintah pada tahun 2020 mematok target tersedianya jaringan 4G di seluruh desa di wilayah Indonesia. Infrastruktur internet berkecepatan tinggi ini menjangkau 12.548 desa serta kelurahan disertai 150.000 titik layanan publik. Program tersebut saat ini sedang dikebut.
Keseriusan pemerintah menggarap program tersebut memperoleh respons positif Imam Wahyudi. Anggota Dewan Pers 2013-2019 yang juga Direktur PT Content Creative Indonesia ini menyatakan dengan tersedianya jaringan internet berkecepatan tinggi maka semakin terbuka peluang baru sektor perekonomian, pendidikan dan lainnya.
“Di Indonesia ada 202,6 juta pengguna internet atau 73,7 persen. Waktu menggunakan internet rata-rata 8 jam 52 menit. Pada tahun 2025 diperkirakan perekonomian yang tumbuh karena internet mencapai 100 miliar dolar AS,” ungkapnya saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Kamis (30/9/2021).
Imam Wahyudi mengakui manfaat internet sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Selain membuat komunikasi nyaris tanpa batas, juga bermanfaat untuk sarana berbisnis, hiburan maupun pemerataan akses pendidikan.
Harapannya, lanjut dia, akan lahir ilmuwan dan ahli-ahli yang mampu memecahkan masalah spesifik bangsa Indonesia namun berwawasan dan diakui secara global.
Selain peka terhadap kemajuan teknologi, mereka juga mengasah kemampuan non-verbal untuk menemukan potensi diri. Inilah yang bisa mengantarkan Indonesia sebagai penghasil produk teknologi perangkat lunak terdepan.
Terlepas dari asa manfaatnya, kata dia, internet juga memunculkan ancaman berupa malas belajar dan kecanduan, tidak kreatif, menjadi pembajak dan plagiat. Pengguna internet juga kesehatannya menurun, fisik melemah.
Dari aspek sosial dampaknya adalah menurunnya tingkat kepedulian sosial, bullying, bolos sekolah, mengurangi interaksi sosial secara langsung, problem keabsahan informasi kemudahan menyalinnya.
Internet juga meningkatkan penyebaran virus komputer, konten pornografi, kekerasan, kebencian, pencurian data pribadi dan kejahatan internet lainnya. “Tentukan tujuanmu, kenali peluang, ancaman, kelebihan dan tantanganmu. Wujudkan mimpimu,” kata Imam kepada peserta webinar yang kali ini mengusung tema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa”.
Narasumber lainnya, Muawanatul Badriyah, selaku Kepala MTsN 5 Sragen menyampaikan pelajar harus mengerti dan memahami etika digital atau digital ethics.
“Menggunakan media digital mestinya diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis demi kebaikan bersama. Demi meningkatkan kualitas kemanusiaan,” jelasnya.
Pemahaman seperti itu antara lain meliputi bagaimana menjaga etika dalam berdigital, seperti halnya netiket yang harus dijaga ketika berinteraksi, misalnya mengikuti virtual meeting.
Etika Internet (netiquette, netiket – kependekan dari “network etiquette” atau “Internet etiquette”). Pengertiannya adalah sopan-santun dalam berkomunikasi di internet, seperti dalam chatting kirim pesan, menulis status facebook, “berkicau” di twitter, menulis di blog (website), dan berkomentar di media online (situs berita).
“Dapat pula netiket dipahami sebagai adab pergaulan di dunia maya. Etika Internet pada dasarnya sama dengan etika berkomunikasi di dunia nyata dalam kehidupan sehari-hari, seperti jujur, menggunakan kata-kata yang baik (sopan), ramah, serta berbicara jelas dan mudah dimengerti,” kata dia.
Adapun alasan di balik pentingnya etika berinternet karena pengguna internet berasal dari bermacam negara yang memiliki perbedaan bahasa, budaya dan adat istiadat.
Badriyah tidak menginginkan tersedianya bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang bertindak etis atau tidak etis. Netizen yang baik tidak mudah termakan hoaks, tidak asal komentar dan membagi, tidak menyebar hoaks, tidak bikin hate space dan bully netizen. Maupun membagikan postingan yang bermanfaat.
“Hindari penyebaran SARA, pornografi, aksi kekerasan. Kroscek kebenaran berita, menghargai hasil karya orang lain dan jangan terlalu mengumbar informasi pribadi,” saran dia.
Dia mencontohkan etika berinternet melalui Whatsapp antara lain harus menjaga privasi satu sama lain, tidak memberikan nomor orang lain kepada siapa pun tanpa izin.
”Apabila mengontak orang lain yang belum mengenal kita sebelumnya sebaiknya didahului dengan memperkenalkan diri dan menyebutkan mendapatkan nomor kontak orang tersebut dari siapa,” kata dia.
Dipandu moderator Ayu Perwari, webinar juga menghadirkan narasumber Nuzran Joher (Anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI), Prasidono Listiaji (Pemimpin Redaksi agendaindonesia.com/konsultan media), Musta’in Ahmad (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Sheila Siregar (Public Relation of State Owned Company) sebagai Key Opinion Leader. (*)