Senin, November 18, 2024

Kritis dan bijak menghadapi hoaks

Must read

Program literasi digital yang digagas Kominfo RI akhirnya sampai ke masyarakat Kabupaten Banyumas. Mengusung tema “kritis dan bijak mennghadapi hoaks di masa pandemi”, webinar literasi digital ini berlangsung pukul 09.00 Wib, Senin 21 Juni 2021.

Muhammad Bina Januri, Co Founder Localin yang tampil pada sesi pertama memulai diskusi tentang defenisi hoaks dan pola penyebarannya di media sosial. Ia menyebut terminologi hoaks itu dapat diartikan sebagai sebuah kebohongan yang diproduksi dan dimanipulasi menjadi sebuah kebenaran.

Istilah hoaks, kata dia, sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu kala. Hanya saja, istilah hoaks itu dikenal dalam terminologi yang berbeda. Di politik, hoas itu dapat diartikan sebagai sebuah propaganda hitam.

Ia menyebut hampir semua konten hoaks telah disebarkan melalui platform media sosial. Menurutnya, media sosial menjadi alat yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan kontens hoax.

Karena itu, ia mewanti-wanti pengguna media sosial untuk lebih hati-hati dan mawas diri. Sebab hoaks sangat berbahaya dan dapat mendatangkan keburukan bagi umat manusia.

“Hoaks itu kadangkala bisa membunuh karakter, dipakai untuk menyerang kelompok ethnis tertentu, menyerang agama tertentu. Tentu ini sangat berbahaya bagi keutuhan dan kesatuan bangsa,”jelasnya.

Bina Januri lalu membeberkan ssejumlah ciri konten hoaks yang dapat dilacak wujudnya ketika menyebar di media sosial. Konten hoaks itu, kata dia, biasanya menciptakan kecemasan, kebencian, dan permusuhan. Kemudian biasanya bersifat sepihak, menyerang pihak lain, tidak netral, berat sebalah.

“Hoaks juga biasanya memanfaatkan fanatisme atas nama agama, ras, golongan, suara rakyat (plain folks),”ujarnya.

Ciri lain yang dapat diidentifikasi misalnya dari sisi judul. Artikel hoaks biasanya menggunakan judul dan pengantar provokatif. Sering tidak cocok antara judul dan isinya. Biasanya cenderung memberi penjulukan (nama calling).

“Kadangkala mereka menambahkan kata-kata viralkan, sebarkan. Hoaks juga seringkali menggunakan argumen dan data yang sangat teknis supaya kelihatan ilmiah. Kontentnya sering menyembunyikan fakta,”ujarnya.

Tak kalah menarik, Ahmad Sururi, Dosen Universitas Serang Raya, yang tampil pada sesi kedua memastikan tidak semua informasi di Media internet adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

“Makanya kita harus hati-hati dan betul-betul selektif,” singkatnya.

Ia lantas memaparkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mastel (2017), yang menyebutkan bahwa saluran yang banyak digunakan dalam penyebaran hoax

adalah situs web, sebesar 34,90%, aplikasi chatting (Whatsapp, Line, Telegram) sebesar 62,80%, dan melalui media sosial (Facebook, Twitter, Instagram, dan Path) yang merupakan media terbanyak digunakan yaitu mencapai 92,40%.

Pertanyaannya mengapa terjadi Hoaks?

Sururi membeberkan sedikitnya ada 4 motif hoaks diproduksi. Pertama, motif Politis, yaitu sikap benci kepada negara/pemetintah yang bertujuan menimbulkan

sentimen negative sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Kedua, Motif Ekonomi, yaitu kepentingan pemilik website untuk memeroleh keuntungan dari si

pembuat hoax melalui naiknya rating kunjungan website, untuk memeroleh rating tinggi dan pemasukan iklan. Ketiga, Motif Psikologis, yaitu didorong oleh kesenangan pribadi dikarenakan rasa kebencian dan permusuhan. Dan terakhir, motif ketidaksengajaan/ketidaktauan, disebabkan karena pengetahuan informasi yang minim.

“Makanya penting bersikap Kritis dan Bijak terhadap hoaks,”ujarnya.

Menutup paparannya, Sururi membagikan tips menghadapi konten hoaks di media sosial. Menurutnya, biasakan memverifikasi berita yang beredar melalui platform google news.

“Kita bisa memeriksa apakah informasi tersebut diberitakan oleh media yang dapat dipercaya, apabila tidak dapat divalidasi oleh sumber resmi yang lain, kemungkinan besar berita itu palsu/hoaks Cek dan Ricek

Biasakan pula untuk mengecek gambar yang beredar. Gunakan aplikasi google image untuk memastikan gambar itu asli atau hasil manipulasi.

“Kita bisa menelusuri gambar yang kita dapat melalui Google Images. Gambar tersebut akan dicari di database untuk melihat apakah sudah pernah muncul di internet, kapan beredarnya, konteks kemunculannya, dan apakah gambar itu diselewengkan dari tujuan aslinya. – Fact Check Tools. Kalau kita curiga tentang keabsahan sebuah topik, gunakan Fact Check Explorer, di sini kita bisa menelusuri dan memverifikasi topik tertentu yang kita curigai.

“Pahamilah bahwa berita palsu biasanya memakai judul yang sensasional dan terkadang tidak etis untuk menarik perhatian pembaca. Tapi kalau kita teliti seringkali detailnya informasi di dalamnya tidak konsisten dengan judulnya. Lalu yang terakhir perhatikan URL nya karena terdapat beberapa situs yang mirip dengan nama sebuah web, atau alamatnya mirip dengan media mainstream padahal sama sekali tidak ada hubungan diantara keduanya,”katanya. Thobroni, dosen Universitas Borneo dan Saefudin, dosen UIN Purwokerto secara bergiliran mengisi materi untuk sesia 3 dan 4. Popy Sofia, seorang artis muda tampil menutup acara sebagai key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article