Era digital seperti saat ini, hampir setiap orang bisa membuat konten digital melalui sosial media, blogging, vlogging hingga pesan singkat, namun ternyata masih ada netizen yang ternyata tidak mengetahui secara soal pentingnya etis bermedia digital.
Akademisi Universitas Muhammadiyah Malang Frida Kusumastuti dalam webinar dengan tema Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 dengan tema New Normal di dunia pendidikan dengan teknologi digital Rabu (14 Juli 2021) di Kabupaten Brebes banyak menyampaikan etis bermedia digital.
Pertama yaitu Kesadaran: menyempatkan waktu, menyediakan waktu untuk berpikir sebelum berinteraksi dan berpartisipasi, kedua Integritas: kejujuran, keontetikan, “ Lalu tanggung jawab: rela dikonfirmasi, siap konsekwensi,” ujar Frieda Kusumastuti.
Frieda juga mengatakan Kompetensi Etis Bermedia Digital Kemampuan individu mengontrol perilaku bermedia digital dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, integritas, dan kebajikan.
Di antaranya yakni, pertama, Paham dan menerapkan etiket di ruang digital saat berkomunikasi secara one to one maupun one to many, kedua Paham dan waspada pesan hoaks, perundungan, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya. Ketiga, Paham dan melakukan interaksi , partisipasi , dan kolaborasi dengan penuh tanggung jawab, integritas, bermanfaat, dan bermakna.
“Paham dan melakukan interaksi , partisipasi , dan kolaborasi dengan penuh tanggung jawab, integritas, bermanfaat, dan bermakna,” jelasnya. Selain itu Paham dan melakukan interaksi , dan transaksi elektronik penuh tanggung jawab, integritas, sesuai aturan.
Sementara itu Fasilitator Nasional SRA Guru Penggerak Danang Margono jika ditinjau dari pilar digital budaya dalam budaya digital ini perlu adanya filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakni Menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
” Jadi menurut Ki Hajar Dewantara Bibit diibaratkan peserta didik, peserta didik itu unik, masing-masing memiliki kemampuan/ tingkatan serta karakter yang tidak sama” Ujar Danang.
Namun disadari saat ini pergeseran paradigma pendidikan menuju era digital, pertama guru adalah sumber ilmu, yang dominan berpengaruh multitalent; kedua guru hadir langsung di kelas; ketiga, jarak guru-siswa, keempat dari arah analog menuju ke arah digital, serta arah pendidikan, education menuju edutainment.
“Itu semua harus disikapi dengan arif. Komitmen untuk untuk terus belajar menambah pengetahuan dan skill, keluar dari zona nyaman, responsif terhadap perubahan,” jelasnya.