Perkembangan teknologi memicu keingintahuan masyarakat akan berbagai informasi. Salah satu sumber untuk mendapatkan informasi adalah melalui media sosial. Namun, banyak pengguna yang ‘terperosok’ di media sosial karena berita yang belum terverifikasi kebenarannya.
“Pengguna media sosial perlu memperhatikan etika dalam bermedia sosial agar tidak tersandung masalah hukum karena hanya ikut-ikutan menyebarkan informasi,” ujar Kholilul Rohman, Ketua Asosiasi Pengasuh Pesantren Digital Santrinet, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat (8/10/2021).
Menurut dia, media sosial banyak dibanjiri konten yang beragam. Empat yang masuk kategori besar dan utama yaitu konten agama, politik, seksualitas dan ekonomi atau keuangan. “Masing-masing dibuat konten kreatornya sesuai kepentingannya. Banyak variasi dan pernik-perniknya,” ucap dia.
Rohman mencontohkan, transaksi misalnya harus memenuhi persyaratan pihak pembeli memiliki pengetahuan tentang harga awal dari barang yang dijual, biaya-biaya terkait dengannya dan batas laba (mark-up) yang ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya.
Selain itu, obyek yang diperjualbelikan adalah berupa barang atau komoditas dan harus dibayar dengan uang, harus ada dan dimiliki oleh pihak penjual dan dapat diserahkan secara langsung. Sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara online maupun offline.
Dia juga mencontohkan beberapa bentuk entrepreneurship pada era digital ini di antaranya mengubah kawasan biasa menjadi luar biasa (pariwisata, kuliner), jalur sepi menjadi ramai (transportasi), event organizer, membuka hutan menjadi kota, transportasi tol laut dan token/cryptocurrency.
Di sinilah pentingnya warga digital memegang etika bersumber dari nilai-nilai Pancasila karena bersifat universal, selalu relevan dan tak akan lekang dimakan zaman.
Pancasila nilai humanis selalu relevan sebagai pedoman luhur bangsa Indonesia. Nilai humanis atau kemanusiaan dari Pancasila akan menelurkan sifat-sifat terpuji, seperti menjunjung tinggi kejujuran, kebajikan publik, welas asih, kesantunan, empati dan solidaritas sosial. “Pancasila adalah, modal sosial fundamental untuk membangun peradaban bangsa,” terangnya.
Narasumber lainnya, TB Ai Munandar, Dekan FTI Universitas Serang Banten, pada webinar bertema Menjadi Entrepreneur Muda di Era Transformasi Digital kali ini mengupas perbedaan antara pengusaha dan entrepreneur. Perbedaan itu antara lain terletak pada ide bisnis, pangsa pasar, cara pengambilan keputusan, tujuan bisnis, tingkat kompetensi dan risiko.
Dipandu moderator Anneke Liu, webinar juga menghadirkan narasumber Eko Imam Muslimin (Asst SPV Rumah BUMN Kabupaten Purbalingga), Tauchid Komara Yuda (Dosen Fisipol UGM), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Jonathan Jorenzo (Content Creator & Entrepreneur) sebagai Key Opinion Leader.