Rabu, Desember 25, 2024

Aman dan pintar menjadi masyarakat digital

Must read

Transformasi digital mengharuskan masyarakat untuk mampu beradaptasi dengan budaya baru, namun lebih dari itu juga harus mampu menjadi masyarakat digital yang pintar. Pasalnya ruang digital tidak hanya memfasilitasi dengan kemudahan dan berbagai manfaat di dalamnya, tetapi juga mengandung celah-celah digital di antaranya. Hal ini merupakan topik yang dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Rabu (11/8/2021).

Diskusi virtual tersebut merupakan bagian dari program literasi digital yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk menciptakan sumber daya manusia yang cakap dalam menggunakan dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Literasi digital yang diusung meliputi digital culture, digital skill, digital safety, dan digital ethics. 

Kegiatan yang kali ini dipandu oleh Thommy Rumahorbo (entertainer) ini menghadirkan empat narasumber yang cakap pada bidangnya. Mereka adalah Kokok Herdianto Dirgantoro (Ceo Opal Communication), Muhammad Thobroni (dosen Universitas Borneo), M. Sholahudin (Ceo Pasardesa.id), dan Dwi Anggoro (ketua Lakpesdam NU Surakarta). Selain itu, ikut hadir dalam diskusi Marisa Habibie (art content creator) sebagai key opinion leader. 

Kokok Herdianto Dirgantoro mengawali diskusi dengan melihat digital ecosystem di Indonesia yang menunjukkan bahwa pengguna internet telah mencapai 202,6 juta dari jumlah penduduk 274.9 juta penduduk. Serta penggunaan rata-rata internet per hari selama 8 jam 52 menit. 

Sayangnya, yang menjadi tantangan dalam interaksi di ruang digital, Indonesia menjadi negara yang indeks kesopanan digitalnya paling buruk se-Asia Pasifik pada tahun 2020. Sedangkan di dunia nyata, Indonesia lebih terkenal dengan keramahtamahan masyarakatnya. Ini menunjukkan, dunia siber seolah terputus dari dunia nyata. Padahal keduanya sangat berkesinambungan. 

Selain tidak sopan, tantangan di ruang siber di Indonesia adalah peredaran hoaks yang cukup tinggi. Pada 2020 setidaknya ada sebanyak 2.024 kasus hoaks yang dilaporkan. Dan penyebaran informasi negatif ini banyak dilakukan di media sosial. Kondisi ini sangat tidak mudah untuk melawan arusnya, apalagi jika disebar melalui jalur media komunikasi. Maka dari itu kecakapan keamanan dalam bermedia digital harus dimiliki.  

“Paling awal untuk aman dalam bermedia digital adalah menjaga keamanan akun dan diri kita. Atur dan periksa pengaturan privasi akun dan gunakan pengamanan ganda. Menggunakan kata kunci yang kuat dan berbeda setiap akun. Tidak menggunakan penyimpanan umum untuk informasi pribadi, menjaga privasi dari jaringan wifi publik, tidak membagikan lokasi di ruang digital, serta tidak asal klik link tak dikenal,” jelas Kokok. 

Kokok mengingatkan, dunia siber bukanlah dunia lain yang menawarkan kebebasan hakiki. Internet bukan dunia yang sama sekali terpisah dari dunia offline, akan selalu ada orang yang melihat aktivitas yang dilakukan di dunia digital. Dan mereka yang ada digital adalah manusia  yang sebagian dikenal dan sebagian lagi tidak dikenal sama sekali. Oleh karena itu menjaga sikap di ruang digital adalah etika utama. 

“Membangun budaya digital sebagai masyarakat yang cerdas bisa dilakukan dengan memanfaatkan internet untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman, mencari peluang bisnis, memperluas jaringan pertemanan, berbagi hobi dan berinteraksi di komunitas online. Memanfaatkan internet sebagai sarana mengembangkan kemampuan dan keterampilan sosial, menjaga komunikasi, mengakses informasi, dan sumber referensi untuk kebutuhan riset dan data,” jelasnya kepada 300-an peserta diskusi. 

Selain itu ada hal yang perlu dihindari saat di ruang siber, di antaranya dengan tidak melakukan ujaran kebencian, menyebarkan informasi pribadi seseorang (doxing), menyebarkan hoaks, mengakses pornografi, menyinggung SARA, dan tidak melakukan spam. 

Muhammad Thobroni menambahkan, untuk menjadi masyarakat digital yang pintar harus memiliki tiga kecakapan yang harus dalam empat platform digital. 

“Individu cakap bermedia digital mampu mengetahui, memahami dan menggunakan perangkat keras serta perangkat lunak dalam lanskap digital, mesin pencarian informasi, aplikasi percakapan dan media sosial, serta aplikasi dompet digital, lokapasar, dan transaksi digital,” terang Thobroni. 

Lanskap digital di sini adalah mampu memahami dan menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak dengan memberikan proteksi agar terhindar dari serangan siber. Sebab serangan siber tidak hanya berdampak pada terganggunya operasional sistem digital, tetapi juga merusak tatanan sosial dalam dunia nyata melalui rekayasa informasi.

“Begitu juga dengan pemanfaatan sistem pencarian informasi. Kita harus pintar memaksimalkan mesin pencarian informasi dan media sosial untuk mengembangkan diri, menambah wawasan, meluaskan jaringan bisnis, menggali kreativitas dan mengaktualisasikan diri,” imbuhnya. 

Dalam transaksi digital, lanjut Thobroni, masyarakat juga perlu memahaminya dengan baik karena kasus penipuan digital tak sedikit dijumpai. Dalam skala kecil misalnya dengan memberikan keterangan palsu atau dalam skala besar dengan melakukan transaksi Masyarakat perlu mewaspadai celah-celah kejahatan digital dengan menguasai keamanan digital baik pada perangkat maupun identitas diri. 

“Menjadi pintar itu harus memiliki visi masa depan yang realistis, memperkaya ide kreatif, pintar mengelola keuangan, percaya diri dan tidak takut mengambil risiko, serta berpikiran terbuka pada perkembangan zaman,” ujar Thobroni, memungkas diskusi.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article