Kamis, November 7, 2024

Bebas berinteraksi di ruang digital bukan berarti bebas melanggar norma

Must read

Kebebasan berinteraksi di ruang digital bukan berarti sepenuhnya  bebas untuk melanggar norma dan aturan perundangan yang berlaku. Tanpa pedoman dan panduan berperilaku, bisa membawa pengguna ruang digital kebablasan berekspresi dan cenderung gampang mengabaikan hak-hak pengguna digital lainnya. Secara sadar maupun tak sadar.

Etika dalam bermedia digital, juga dalam hidup sehari-hari, punya patokan, standar dan ruang lingkup yang jelas agar seseorang tidak sewenang-wenang kepada lainnya.

“Etika memiliki ruang lingkup dan menjadi panduan tata krama dalam berinteraksi dan menjaga ruang digital lebih sehat dan bersih dari konten-konten atau perilaku negatif,” kata Fasilitator Nasional Nuralita Armelia saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Tetap Berprestasi di Masa Pandemi, Kiat Belajar Online” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, Jumat (27/8/2021).

Dalam webinar yang diikuti seratusan peserta itu, Nuralita menjabarkan, ada empat prinsip etis bermedia digital, yakni: kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan. Ruang lingkup etika pertama, khususnya saat berinteraksi di ruang digital, adalah adanya kesadaran pengguna. “Kesadaran ini berarti pengguna ruang digital memahami apa yang boleh dan dilarang dilakukan di ruang digital,” ujarnya.

Tak hanya itu, Nuralita mengungkapkan, ruang lingkup digital kedua meliputi soal tanggung jawab. “Soal etika tidak hanya soal kepantasan, melainkan juga menyangkut pertanggungjawaban. Bahwa apa pun tindakan, perilaku, respon, komentar, sikap di ruang digital harus bisa dipertanggungjawabkan, termasuk di hadapan hukum berlaku,” kata dia.

Ia pun mengimbau agar pengguna digital lebih bijak dalam berjejaring. Sehingga, meminimalisir warganet ketika hendak melakukan tindakan tidak etis.

Sedangkan soal ruang lingkup etika digital ketiga, Nuralita menyebut soal integritas atau kejujuran. Etika integritas ini berkaitan dengan bagaimana pengguna memiliki tujuan baik, sehingga tidak menggunakan identitas palsu dalam platform dan berperilaku menjaga integritasnya sebagai pelaku ruang digital yang memiliki kebebasan berekspresi.

Sedangkan ruang lingkup etika keempat, yakni soal kebajikan. “Hendaknya dalam berinteraksi di ruang digital, yang notabene ruang publik di dunia maya, faktor kebajikan harus diutamakan. Karena ruang digital diciptakan untuk fungsi positif seperti saling toleransi, tidak berkomentar negatif, bullying dan sejenisnya,” tegas Nuralita.

Era digital telah membawa perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pola perubahan komunikasi yang menyebabkan terjadinya pergeseran etika dan norma sosial. Pergeseran etika norma sosial antar individu, individu dengan kelompok, bahkan individu dan kelompok dalam pemerintah. Semua telah dilakukan di dunia digital dengan melalui berbagai platform.

Narasumber selanjutnya, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan Mumpuni Kartiadi Sadmaja, mengulas soal bagaimana budaya digital atau digital culture diterapkan.

“Melalui digital culture, pengguna digital didorong mampu membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, khususnya lewat aplikasi nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Kartiadi.

Dimoderatori Fikri Hadil, webinar ini juga menghadirkan dua narasumber lain, yakni Digital Strategist Enthusiastic Ilham Faris, dan Fasilitator Nasional Rahmat Alfian Pranowo serta Nanda Candra selaku key opinion leader.

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article