Rabu, Desember 25, 2024

Berbudaya digital yang taat hukum dan beretika

Must read

Dalam memasuki transformasi digital, empat pilar literasi digital yang meliputi digital ethics, digital culture, digital skills, dan digital safety merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh masyarakat digital. Pemerintah menanamkan edukasi literasi digital tersebut melalui webinar yang diselenggarakan oleh Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (4/10/2021) dengan tema “Adaptasi Empat Pilar Literasi Digital untuk Siswa”.

Dipandu oleh tv presener Nadia Nadjib, diskusi virtual ini menghadirkan empat narasumber: Iwan Gunawan (praktisi community development), Adrie Wardhana (creative head FOINIKS Digital), Ahmad Faridi (Sub Koordinator Perencanaan Data Informasi Kemenag Jateng), Eddie Siregar (penggiat empat pilar kebangsaan). Serta Sony Ismail (musisi) yang hadir sebagai key opinion leader. 

Penggiat empat pilar kebangsaan Eddie Siregar mengupas tema diskusi dari sudut pandang budaya digital. Menurutnya adaptasi budaya digital berlaku secara universal, artinya semua kalangan dari berbagai skala usia memiliki hak untuk mengakses teknologi. Termasuk di dalamnya adalah anak-anak, yang juga punya hak untuk memahami kemampuan berdigital.

Hak digital tersebut mencakup hak untuk mengakses, berekspresi, dan hak merasa aman. Hak mengakses berarti semua masyarakat memiliki hak untuk dapat mengakses teknologi digital sehingga infrastruktur yang menjadi sarana mendukung akses tersebut perlu dipenuhi oleh pihak terkait. Sedangkan hak berekspresi merupakan hak dalam menyampaikan beragam konten seperti opini dan sebagainya. Dalam berdigital, masyarakat digital juga berhak merasa aman dan tidak ada intervensi yang mengganggu aktivitas digital. 

“Namun adaptasi budaya digital itu mestinya diimbangi dengan pemikiran kritis serta dibatasi oleh etika dan hukum. Sebagai pengguna media digital harus memahamai batasan dalam berekspresi, mampu membedakan keterbukaan informasi publik dan privasi, mampu membedakan informasi antara yang negatif dan positif,” jelas mantan Sekjen MPR itu.

Eddie melanjutkan bahwa generasi muda sebagai pewaris dunia di masa depan mesti mendapatkan pendidikan karakter dalam bermedia digital sejak dini. Sebab mereka adalah kelompok rentan yang mudah terpapar konten-konten negatif seperti perundungan siber, ujaran kebencian, dan hoaks.

“Pendidikan karakter yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila mestinya dapat ditanamkan agar dalam bermedia digital dapat membawa karakter bangsa di ruang global. Oleh sebab itu tidak hanya peran sekolah dan orang tua yang penting, tetapi lingkungan juga berperan mempengaruhi karakter individu. Khususnya lingkungan digital yang dapat dengan mudah mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku,” imbuhnya. 

Pendidikan karakter akan menanamkan kepada generasi digital untuk dapat mengisi ruang digital dengan hal-hal positif sehingga tercipta lingkungan digital yang aman dan nyaman.

Sub Koordinator Perencanaan Data Informasi Kemenag Jateng Ahmad Faridi menambahkan bahwa etika dan etiket dalam berinteraksi dan berkomunikasi hendaknya juga dibudayakan di ruang digital. Ada tata krama dalam menggunakan media digital, sebab interaksi di ruang digital yang terjadi itu bukan sekedar dengan deretan karakter huruf di layar gawai tetapi dengan karakter manusia sesungguhnya. 

“Ikutilah peraturan di dunia nyata sekalipun berada di ruang digital. Tantangan berinterksi dan berkomunikasi di internet adalah bagaimana ekspresi yang disampaikan tidak diartikan lain oleh orang lain, sebab di internet kita dipertemukan dengan orang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Belum tentu yang kita anggap guyon dianggap demikian oleh orang lain,” ujar  Ahmad Faridi. 

Bermacam fasilitas di internet, ujar Ahmad Faridi, memungkinkan seseorang untuk bertindak etis dan tidak etis. Khususnya dalam hal penyampaian informasi. Oleh karena itu masing-masing individu harus menjadi filter ketika menghadapi informasi. 

“Etiket digital berkomunikasi di media sosial itu jangan sampai kita menyebar tangkapan layar percakapan privat ke ruang publik atau ke orang lain, cermat dan bijaklah dalam memilih dan menggunakan emoji di media sosial, sopan dalam berbahasa, serta tidak menyinggung SARA,” terangnya. 

Etika dan etiket berdigital sangat beririsan dengan jejak digital yang ditinggalkan. Etika dan etiket yang baik tentu akan memberikan jejak digital positif dan sebaliknya. Sebab apapun yang kita lakukan di ruang digital akan terekam dan sukar untuk dihilangkan meski sudah dihapus. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article