Rabu, Desember 25, 2024

Etika bermedia digital, hargai pilihan privasi

Must read

Ruang digital adalah dunia yang keberadaannya masih saling bertautan dengan cara berinteraksi di dunia nyata. Ada etika dunia nyata yang sama dan harus dijaga di dalam ruang digital. Tema “Menjaga Etika dalam Ruang Digital” dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Demak, Senin (4/10/2021).

Eks penyiar radio Dimas Satria memandu kegiatan diskusi virtual ini dengan menghadirkan empat narasumber: Tomy Widiyanto (pengembang media seni), Sani Widowati (Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia), Muhamad Achadi (Ceo Jaring Pasar Nusantara), Suharti (sekretaris LPPM UNU Yogyakarta). Serta Riska Yuvista (Miss Halal Tourism Indonesia 2018) yang hadir sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi dari perspektif empat pilar literasi digital: digital ethics, digital safety, digital culture, dan digital skills. 

Pengembang media seni Tomy Widiyanto mengatakan bahwa transformasi digital menjadi pemantik pada pertumbuhan penggunaan teknologi, khususnya dalam bermedia sosial. Data pengguna internet telah mencapai 202 juta pada 2021 dari jumlah penduduk 274 juta yang artinya hampir semua penduduk telah terhubung dengan internet. 

Namun sayangnya jumlah tersebut tidak berbanding lurus dengan peta literasi digital negara Indonesia yang meningkati peringkat ke 56 dari 63 negara. Artinya masih banyak pekerjaan rumah yang mesti jadi perbaikan, utamanya dalam hal etika berinteraksi dan soal keamanan digital. Etika menjadi hal mendasar dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Ironisnya dengan jumlah pengguna internet yang tinggi itu masih banyak yang menyepelekan tata krama berinteraksi di ruang digital. 

“Kesadaran beretika penting, baik ketika berinternet menggunakan identitas asli maupun secara anonim. Tidak semudah itu berlaku bebas di ruang internet, sebab selain etika juga ada isu keamanan yang harus diwaspadai. Ketika etika sudah diterapkan jangan lupa safety-nya, ada ancaman dan bahaya yang bisa merugikan secara personal, sosial, dan hukum ketika mengabaikan keamanan,” jelas Tomy Widiyanto. 

Keamanan digital itu meliputi perlindungan data pribadi. Sebaiknya data pribadi seperti email, nomor ponsel, password, data kependudukan dan data finansial disimpan rapat dan tidak diumbar sembarangan. Sebab hal itu berkaitan dengan keamanan daring, mengekspos data-data yang bersifat privat sama saja membuka akses privasi untuk orang lain. 

“Potensi bahayanya paling tidak adalah digital exposure, pencurian identitas, penyebaran identitas yang menyebabkan penipuan online, prostitusi online, ujaran kebencian, perundungan dan tindak kejahatan siber lainnya. Perilaku digital yang tidak aman akan merusak reputasi profesional yang dibangun melalui media sosial,” jelasnya. 

Oleh karena itu perlu sejak dini orang tua menjadi teladan bagi anak untuk menjadi warga digital yang positif dan aman. Yaitu dengan cerdas memilih dan memilah informasi yang dibaca atau disebarkan, waspada dan tidak mudah percaya informasi yang tidak masuk akal. Kemudian ketika membuat password sebaiknya menggunakan kombinas yang kuat biar tidak mudah diretas, meninggalkan jejak digital positif, dan tidak tergesa mempublikasikan ulang informasi. 

Princeton Bridge Year On-Site Director Indonesia Sani Widowati menambahkan bahwa kesadaran menjadi salah satu prinsip beretika di ruang digital. Kesadaran emosional dalam bermedia digital mesti dibangun. 

Mengunggah konten tidak bisa asal karena ada tanggung jawab dan risiko dibaliknya, sehingga harus ada manajemen digital bagi setiap pengguna. Termasuk manajeman dalam mengatur relasi di jejaring sosial. Kesadaran untuk membuka kolom pertemanan secara terbuka atau memberi batasan kepada orang-orang tertentu. 

“Selain melindungi data pribadi juga perlu mengatur relasi jejaring sosial. Apakah mau memisahkan akun pribadi dan akun publik untuk menghindari penyebaran data pribadi. Etika bermedia sosial juga menghormati pilihan orang yang membatasi diri untuk tidak berada pada grup yang sama. Oleh sebab itu meminta izin ketika mau memasukkan orang lain ke dalam grup jejaring perlu dihargai. Sebab tidak semua orang sama dengan kita, hargai batasan masing-masing orang,” ujar Sani. (*)

- Advertisement -

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Latest article