Pandemi Covid 19 telah membawa perubahan yang signifikan pada dunia pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perubahan yang signifikan ini adalah ditutupnya sekolah dan berpindahnya kegiatan belajar mengajar menggunakan platform digital atau online learning.
“Untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitas online learning ini upaya peningkatan literasi digital jadi kian mendesak dilakukan lebih jauh lagi. Penguasaan literasi digital yang lebih baik diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa secara individu dan kualitas pendidikan nasional,” ujar Ahmad Syaifulloh, Wakil Ketua Bidang Akademik STAI Khozinul Ulum Blora saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital bertema “Literasi Digital Bagi Pendidik dan Anak Didik di Era Digital” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (9/9/2021).
Dalam webinar yang diikuti 338 peserta itu, Syaifulloh merinci ada setidaknya lima strategi yang bisa dijalankan sekolah untuk mengimplementasikan literasi digital.
Pertama dengan penguatan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga paham akan fenomena literasi digital dan dapat menjadi teladan bagi setiap siswa. Kedua, perlunya peningkatan jumlah dan ragam sumber belajar guna memberi kesempatan kepada siswa dalam memilih sumber informasi. Ketiga, perlunya perluasan akses sumber belajar dapat dimanfaatkan akan memudahkan seluruh siswa untuk mengakses berbagai informasi dan internet.
Selanjutnya, keempat, dorongan peningkatan pelibatan publik yang memiliki kompetensi dalam literasi digital serta unsur tripusat pendidikan guna memberi masukan dan pendampingan terkait pemanfaatan perangkat digital yang bijak kreatif dan bertanggung jawab. Kelima, dilakukan penguatan tata kelola sekolah melalui pengembangan sistem administrasi elektronik, sehingga siswa beserta seluruh warga sekolah dapat mengakses dengan mudah tanpa terkendala ruang dan waktu.
“Sekolah juga bisa mempercepat implementasi literasi digital melalui para pemangku kebijakan dengan pemenuhan perangkat digital, pelatihan SDM dan sistem pengontrolan yang ketat terhadap peserta didik sehingga mereka dapat memanfaatkan perangkat digital dengan bijak serta kreatif,” tegas Syaifulloh.
Syaifulloh mengakui, pengontrolan tidak dapat dilakukan oleh sekolah semata. Tetapi harus mendapat dukungan dari setiap orangtua peserta didik dan masyarakat. Melalui langkah tersebut mereka dapat diarahkan hanya memanfaatkan perangkat digital untuk proses pembelajaran pencarian informasi dan hal positif lainnya.
“Jika literasi digital sekolah berjalan, tujuan implementasi kompetensi literasi digital untuk mengedukasi warga sekolah terutama siswa dalam memanfaatkan perangkat digital dan alat-alat komunikasi tercapai. Mereka bisa memanfaatkan internet guna menemukan, mengevaluasi, menggunakan, mengelola dan membuat informasi secara bijak dan kreatif,” ujar Syaifulloh.
Selain itu, lanjut Syaifulloh, dalam konteks pendidikan literasi digital di sekolah cukup penting untuk menyikapi begitu maraknya pemanfaatan perangkat digital pada ranah pendidikan.
Kemendikbud telah mengemasnya dalam kebijakan implementasi gerakan literasi sekolah terkait dengan gerakan literasi sekolah ini. Di mana totalnya terdapat enam kemampuan literasi digital yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Yaitu, literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewarganegaraan.
“Keenam literasi tersebut harus dapat dimiliki oleh setiap siswa melalui fasilitasi program kreatif dan inovatif yang diformulasikan oleh sekolah lalu dikemas dalam kegiatan kurikuler baik intrakurikuler, ekstrakurikuler maupun kokurikuler,” katanya.
Narasumber lain, peneliti dari UGM Novi Widyaningrum mengungkapkan, untuk menjadi warga digital yang baik dalam memanfaatkan internet dapat dilakukan dengan berpikir kritis, meminimalisir unfollow, unfriend dan blok untuk menghindari fenomena Echo Chamber dan Filter Bubble.
“Sebagai warga digital yang baik sebarkan dan produksi konten positif, selalu siap bergotong royong dan berkolaborasi dengan dilandasi etika dan etiket,” tutur Novi.
Novi menjelaskan, etika adalah pedoman perilaku yang sifatnya mutlak, sedangkan etiket adalah pedoman tingkah laku ketika berinteraksi dengan orang lain yang sifatnya relatif tak terbatas.
“Kita perlu sadar pula tentang hak digital sebagai hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital,” ujar Novi. Dimoderatori Aneke Liu, webinar kali ini juga menghadirkan narasumber lain yakni Suyanto, Pengawas SMP Disdikpora Kudus dan Amni Zarkasyi Rahman, dosen Universitas Diponegoro, serta Ayong selaku key opinion leader.