Sepertiga populasi Indonesia terdiri dari anak-anak yang jumlahnya sekitar 80 juta anak-anak. Indonesia pun merupakan populasi anak terbesar keempat di dunia, dan beberapa tahun ke depan akan memetik bonus demografi dari kelompok usia produktif ini tentunya.
“Jika peluang bonus demografi ini tidak dioptimalkan maka ke depan kita hanya akan menjadi penonton saja atas perkembangan peradaban dunia,” kata Misbahul Munir, pendamping UMKM Mikro, saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema “Transformasi Digital untuk Pendidikan yang Lebih Bermutu” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Jumat (8/10/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Munir membeberkan melalui pendidikan dan pengasuhan yang inovatif dan adaptif terhadap perubahan teknologi lah, kita bisa optimis, berakselerasi untuk menjadi bangsa yang maju dan membangun investasi SDM yang inovatif.
“Inovatif dalam arti memiliki keterampilan hidup, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kepemimpinan digital dengan peran guru yang inovatif serta keluarga yang harmonis dan masyarakat yang kondusif,” kata dia.
Munir mengatakan tantangan dunia digital secara positif bisa menjadikannya ruang di mana semua orang bisa bertukar informasi dan berkomunikasi dengan cepat dan dekat walaupun secara geografis berjauhan. Sehingga terjadi pertemuan yang bermanfaat antar berbagai pandangan dunia pemikiran, aksi sosial, produk pasar, dan aspek-aspek kehidupan lainnya.
“Dampak positif ini disebabkan adanya kemajuan infrastruktur telekomunikasi internet dan transportasi,” kata dia.
Adapun secara negatif, tantangan dunia digital misalnya lunturnya pandangan nilai spiritualitas dan religiusitas terkait eksistensi sebagai manusia yang memiliki akal budi dan daya cipta. Begitupun sikap solidaritas komunal, sikap kreatif, bisa menjadi sikap konsumtif.
“Tantangan negatif itu ketika dunia virtual juga makin sering menjadi alat untuk menyebarkan informasi palsu atau menyesatkan untuk tujuan kepentingan sepihak dan merugikan pihak lain, baik secara personal sosial budaya, ekonomi dan politik,” kata Munir.
Munir menegaskan, rekayasa sosial, cybercrime, kampanye hitam, diskriminasi juga adu domba penghancuran karakter, bullying serta tracking, eksploitasi seksual dan sebagainya menjadi bagian tantangn negatif era digital.
“Maka perlu literasi digital untuk memberi kemampuan menggunakan teknologi informasi dan mengkomunikasikan konten atau informasi dengan kecakapan kognitif maupun teknikal,” kata dia.
Munir merujuk undang-undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Salah satunya mengatur negara, pemerintah, keluarga dan orangtua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
“Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal, ikut menjadi tanggung jawab bersama,” katanya.
Munir menambahkan, kehidupan di masa pandemi menigkatkan aktitivitas anak dalam ruang digital (daring). Ini pun bisa memicu stres, kekhawatiran ekonomi dan kemiskinan, serta ketidakmampuan untuk menghindari kekerasan dalam rumah tangga.
Narasumber lain webinar itu, pengawas SM Kabupaten Magelang Bekti Dyah Hastuti mengatakan, penerapan etika dalam ruang digital media sosial sangat penting. Apalagi mengingat karakteristik media sosial yang terbuka, memiliki halaman profil pengguna, user generated content. Sehingga anak bisa lupa waktu lantaran banyaknya unggahan atau interaksi dengan pengguna lain.
”Pentingnya etika digital, utamanya agar individu mampu menyadari mencontohkan, menyesuaikan diri, tata kelola digital dalam kehidupan sehari-harinya,” ungkap Dyah Hastuti.
Webinar ini juga menghadirkan narasumber Dekan Fakultas Teknologi Informasi Universitas Serang Raya Tb. Ai Munandar, pengawas SMA Puji Handayani, serta dimoderatori Oony Wahyudi juga Shafa Lubis selaku key opinion leader. (*)