Dampak globalisasi dan disrupsi kebudayaan telah merestrukturisasi seluruh aspek kehidupan. Seluruh bangsa mengalami saling ketergantungan antar satu dengan lainnya. Globalisasi dan infiltrasi budaya tidak terelakkan terjadi.
Infiltrasi menggunakan dua cara yaitu hard power atau invasi suatu negara ke negara dengan tindakan kekerasan seperti penjajahan fisik dan perang senjata.
“Infiltrasi suatu negara ke negara lain dengan cara soft power adalah melalui budaya. Pola ini berlangsung mulus melalui cara-cara yang tidak menakutkan bahkan menghibur dan menyenangkan,” ungkap Muhamad Achadi, CEO Jaring Pasar Nusantara, saat menjadi narasumber webinar literasi digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk masyarakat Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Jumat (8/10/2021).
Infiltrasi yang berhasil, kata dia, akan membuka dominasi pasar global. Setelah kebudayaan dan budaya populernya bisa diterima, langkah selanjutnya pasar akan terbuka, dengan begitu bisa melanggengkan kepentingan nasional sebuah negara di negara lain.
Setelah tujuan mempertahankan dominasi tercapai maka akan mengarah investasi dan ekonomi. Misalnya, belajar dari budaya Jepang kemudian ada J Pop, Anime, Manga, Culinary. Atau, belajar dari Korean Wave/hallyu sehingga muncul K Pop, Drakor, Mukbang, variety show.
Untuk menjawab tantangan itu, menurut Achadi, landasan nilai-nilai Pancasila sangat penting. Selain menjaga kerukunan dengan menghormati keyakinan dan agama orang lain, juga menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan selalu berpijak pada aturan hukum dan konstitusi.
Untuk itu, dia berpesan agar berhati-hati di media sosial, termasuk menyikapi apabila ada narasi yang mempertentangkan antara agama dan negara antara ajaran agama dan budaya bangsa antara ajaran agama dan Pancasila.
Jiwa kebangsaan di ruang digital harus diperkuat dengan memproduksi dan menyebarkan konten inspiratif, menggugah semangat berbangsa, menampilkan keragaman budaya bangsa bergotong royong dan berjejaring menjadi relawan media sosial melawan hoaks.
Selain itu, juga tanggap peduli terhadap berbagai bencana, menjadi tokoh masyarakat dan tokoh agama yang menyebarkan ajaran kedamaian dan cinta tanah air menjadi kader penggerak pembangunan, pemberdayaan, pendidikan dan UMKM.
Dalam kesempatan itu, narasumber lainnya, Rhesa Radyan Pranastika (Digital Marketer) memaparkan pentingnya etika digital untuk mendukung empat pilar kebangsaan. “Etika digital yang wajib kita ketahui saat media sosial adalah sebagai kebutuhan pokok saat ini,” ujarnya.
Etika tersebut menyangkut aspek bertanggung jawab untuk setiap konten yang diakses dan diunggah di media publik digital, saring sebelum sharing, berpikir kritis serta menghargai orang lain.
Dipandu moderator Adrian, webinar bertema Literasi Digital dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan ini juga menghadirkan narasumber Septyanto Galan Prakoso (Dosen HI UNS), Rhesa Radyan Pranastika (Digital Marketer), Hari Murti Setiyawati (Guru SMK 1 Wonosobo), Afif Nur Hidayat (Bupati Kabupaten Wonosobo), Ganjar Pranowo (Gubernur Provinsi Jawa Tengah) sebagai Keynote Speech dan Audrey Chandra (News Presenter) sebagai Key Opinion Leader. (*)